Adsense Indonesia

Baby Bluse Yang Semakin Parah

0

Baby Bluse Yang Semakin Parah
MOTHER & BABY

Meski Anda telah siap bahkan menantikannya, membawa perubahan besar bagi wanita, baik secara fisik maupun mental. Emosi yang naik turun adalah salah satu dampaknya. Bagi beberapa ibu, bukan tak mungkin emosi yang geraknya seperti roller coaster ini terus berlanjut hingga beberapa bulan setelah melahirkan, menjadi depresi menetap. Berikut wawancara dengan Dr Alfiben, Sp OG dari RS Hermina Depok. 

Bagi pasangan yang tengah menanti buah hati, kabar kehamilan 
saat paling menggembirakan. Namun di sisi lain calon ayah-ibu pun 
menyadari tak lama lagi akan dihadapkan pada keadaan dimana harus membuat berbagai keputusan dan perencanaan. Misal, memilih dokter dan rumah sakit, komitmen pada pekerjaan, kehamilan, mengambil peranan sebagai orangtua, begitu bayi lahir apakah akan diberi ASI Ekslusif, bagaimana mendapatkan pengasuh, dll. 

Berbagai tantangan tanpa disadari dapat mempengaruhi dan membawa ibu ke dalam situasi yang dikenal sebagai Post Natal Illnesses (PNI). Perasaan yang tak diharapkan ini bisa berefek juga pada pasangan. 

Perasaan Penuh Kesedihan

Pada umumnya, PNI dikategorikan sebagai bagian dari Depresi Umum, karena indikasinya sama, yaitu keadaan traumatik akibat perubahan dalam hidup - depresi umum bisa juga terjadi saat seseorang menghadapi perceraian, kehilangan pekerjaan, kematian kerabat, dll. Namun depresi yang terjadi pasca-melahirkan memiliki perbedaan dengan Depresi Umum, sbb: 

Pemicunya lebih spesifik, yaitu terjadinya perubahan dalam hidup akibat kelahiran bayi.

Juga dipengaruhi peningkatan hormonal di dalam tubuh ibu. 

Bisa melanda Ibu dan keluarganya dan menetap hingga 6 bulan - 1 tahun setelah kelahiran si kecil.

Ahli medis umumnya mengkategorikan PNI dalam tiga tingkatan, yaitu 'baby blues, Post Natal Depression (PND), dan Puerperal Psychosis (PP). Baby blues terjadi hingga 2-10 hari pasca melahirkan. Ciri khasnya ibu terus-menerus menangis tanpa alasan jelas, rasa lelah, konsentrasi rendah, sulit tidur, kekuatiran dan perasaan ragu yang datang mendadak, lambat dalam mempelajari sesuatu (misal, cara memandikan dan memberi bayi), tidak nafsu makan, over sensitif, dan lainnya. Namun yang utama adalah perasaan kecewa pada hampir segala hal.

Apabila Menjadi Serius

Baby Blues yang tak kunjung pulih akan berkembang menjadi kondisi ekstrim yang disebut puerperal psychosis (PP). Keadaan ini untungnya jarang dialami para ibu, karena umumnya terkena pada ibu dengan riwayat penyakit depresi dalam keluarga. Depresi mendalam ini terjadi selama lebih dari satu bulan ditandai mood yang berubah-ubah, halusinasi, juga kebingungan dan ketakutan tak beralasan, bahkan pada beberapa kasus, jika PP terjadi pada ibu yang lemah mental, bisa memotivasi ibu bertekad membunuh bayinya.

Diantara Dua Kategori

Kategori yang menjembatani kedua kategori depresi - baby blues dengan puerperal psychosis - adalah yang disebut PND. Beberapa penelitian memastikan PND bisa terjadi begitu persalinan atau 2-6 bulan kemudian. 10-20% ibu berpeluang mengalami depresi berkelanjutan ini, ditandai dengan menangis terus-menerus, kemarahan, ketidakmampuan memelihara bayi dan melakukan kegiatan rutin lainnya, kurang nafsu makan, kelelahan, dan insomnia.

Sayang, banyak ibu tidak menyadari dirinya tengah dilanda PND sehingga menyulitkan tenaga medis memberi bantuan. Banyak juga ibu 
mencoba menutupi perasaannya, dan menyembunyikan depresi lantaran khawatir dianggap berlebihan, dianggap tidak becus sebagai ibu, juga dicap mengidap "ketidakstabilan mental".

Penyebab dan Pengobatan

Menjadi orangtua kadang memang terasa seperti bencana, terutama jika ini pengalaman pertama. Banyak orang tidak siap saat menemukan dirinya tiba-tiba harus bertanggung jawab pada segala hal yang berhubungan dengan bayi kecil dan lemah yang harus diperhatikan 24 jam, 7 hari dalam seminggu. Situasi ini kadang juga dipengaruhi faktor sosial lain, misal, kesulitan ekonomi. 

Hormon juga kerap berpengaruh dalam PND. Kadar progesteron dan estrogen yang menurun tajam dibanding saat hamil akan membuat tubuh ibu shock<. Pasokan Endorphins dalam kadar rendah sekalipun, misal, pada obat-obatan penyaman tubuh setelah melahirkan, bisa ikut andil mencetus PND. Persoalan pribadi di dalam diri ibu, seperti ketakutan dirinya harus menjadi ibu yang sempurna dan melakukan semuanya dengan benar, juga kurangnya dukungan dari suami dan keluarga, juga berpeluang memperparah PND.

Namun sepanjang gejala ini dikomunikasikan pada ahli medis, PND sebetulnya dapat ditangani. Penanganan PND secara konvensional biasanya sama dengan yang diberikan dalam penanganan depresi umum, yaitu pemberian obat-obatan antidepresan dikombinasi dengan psikoterapi atau konseling. Namun penelitian baru-baru ini memperlihatkan terapi bicara, dalam berbagai kasus, adalah yang paling dibutuhkan untuk membantu ibu yang menderita PND.

Menjadi salah satu anggota grup pendukung (support group) akan sangat menolong, karena di sana para ibu bisa mengetahui bahwa ibu-ibu lain pun mempunyai pengalaman frustasi dan kesulitan hubungan yang sama. Penggunaan obat-obatan dengan terapi bicara adalah upaya terakhir yang bisa dilakukan dalam pengobatan PND. Selain itu, ada baiknya ibu juga mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak nutrisi dan mendapat snack secara teratur. Masukkan juga olahraga dalam kegiatan rutin karena dapat menyegarkan dan membersihkan pikiran. Jika problemnya adalah kekurangan tidur, mintalah bantuan seseorang yang terpercaya untuk merawat bayi sehingga Anda bisa mengganti jatah tidur yang hilang. Yang harus diingat, jangan biarkan emosi membuat Anda naik ke dalam arena roller coaster. Berbaiklah pada diri sendiri, dan buang jauh-jauh rasa pesimis. b Rahmi Hastari/Motherhood 
Sumber: Tabloid Ibu & Anak

Read more

Baby Blues Pasca Persalinan

0

Baby Blues Pasca Persalinan
MOTHER & BABY

CBN

Kehadiran anak memang sangat menggembirakan bagi anggota keluarga. Begitupun bagi sang ibu. Tapi jangan salah ada juga, ibu yang justru stres saat si buah hati lahir. Malah dua pertiga ibu yang habis melahirkan mengalami depresi. Tak perduli apakah bayi yang dilahirkan itu anaka pertama atau anak ke tiga. Depresi paska melahirkan ini biasa disebut Baby Blues

Depresi ini biasanya dialami oleh ibu sangat berbeda. Ada yang dua hari atau seminggu setelah melahirkan bahkan ada juga yang berbulan-bulan. Memang depresi akibat Baby Blues ini umunya dialami oleh ibu yang habis melahirkan. Namun kondisi ini umumnya akan terus berlangsung sampai berhari-hari. 

Depresi ini diawali dengan perasaan cemas, bingung, kelelahan yang berkepanjangan, mudah menangis dan amat emosional. Tentu saja peran suami dalam hal ini sangat membantu kondisi yang dialami oleh si ibu. Karena hampir dua puluh empat jam setelah melahirkan, si ibu mengalami penurunan drastis produktivitas hormon-hormon yang berfungsi semasa kehamilan.Kondisi ini seringkali membuat si ibu berperasaan sangat melankolis, sentimental yang berlebihan. Belum lagi menghadapi tanggung jawab baru akan hadirnya seorang anak dalam kehidupan rumah tangganya

Depresi ini dapat berlangsung cukup lama , jika disebabkan oleh kesulitan dan pengalaman buruk menyesuaikan diri pada peran baru daripada disebabkan depresi produktivitas hormon. Memberi ketenangan bagi ibu yang mengalami depresi ini memang gampang-gampang susah. Ada kalanya kehadiran suami sudah bisa menentramkan jiwa si ibu. Paling tidak suami ikut ‘begadang’ pada saat malam si kecil bangun. Paling tidak, hal ini akan mengurangi kelelahan si ibu.

Tapi jika depresi yang dialami itu, ekstrim, makan perlu obat penenang, dan berkonsultasi bersama suami. Agar si ibu kembali sembuh. Namun biasanya depresi macam ini juga bisa sembuh dengan dukungan dan perhatian keluarga dan suami. Karena itu, tak ada salahnya jika , sesekali minta pertolongan anggota keluarga yang lain untuk mengurus si kecil. Karena, bagaimanapun seorang ibu yang baru melahirkan perlu waktu untuk diri sendiri, agar lebih rasional dan tidak terlalu emosional. (ida) 
Sumber: CBN

Read more

Baby Blues Bisa Dialami Ibu dan Ayah

0

Baby Blues Bisa Dialami Ibu dan Ayah
MOTHER & BABY

Tabloid Ibu & Anak - Kehamilan merupakan masa-masa yang membahagiakan. Namun tidak selalu untuk beberapa perempuan. Sedikitnya 10% ibu hamil menderita baby blues alias perasaan murung pada masa kehamilan dan setelah kelahiran. Tapi, sebenarnya, bukan tertekan atau depresi yang sesungguhnya. 

Suasana hati ibu hamil kerap berubah-ubah. Sekarang mengalami kesedihan, sesaat kemudian berganti perasaan murung, atau berganti dengan perasaan letih yang membuat hati kesal. Suasana hati yang berubah-ubah ini biasanya dialami ibu yang mengalami ketidakstabilan emosi menjelang menstruasi. Karena itu, umumnya perasaan depresi dialami pada trimester pertama. Yakni setelah kehamilan dinyatakan positif, meski kehamilan tersebut direncanakan. Ada juga beberapa faktor lainnya yang memicu munculnya depresi. Dan jika berlebihan, tentu berbahaya bagi janin. Ternyata, depresi ini tak hanya dialami para ibu, lho. Ayah pun kadang mengalaminya. Benarkah? Bagaimana mengatasinya? 

Mengapa bisa muncul baby blues?
Jika bukan karena kondisi umum menjelang menstruasi, hormon kehamilan pun bisa jadi penyebabnya. Serangan hormon pada bulan-bulan pertama ini mempengaruhi emosi ibu. Namun faktor lain juga bisa menyebabkan tekanan pada ibu. 


Riwayat depresi keluarga. Ibu, nenek, atau saudara Anda punya riwayat depresi ketika hamil. Hal itu bisa mensugesti Anda untuk mengalami depresi juga.

Beberapa tekanan dapat memicu munculnya depresi, misalnya keinginan untuk pindah ke rumah lebih besar karena ada tambahan anggota keluarga; masalah di tempat kerja; perubahan besar lain seperti perceraian di saat Anda hamil, Anda atau pasangan terkena PHK; kematian keluarga atau teman terdekat.

Kehamilan Anda bermasalah. Misalnya, Anda harus bed rest (bagaimanapun ini membuat stres); hasil tes atau proses tes kehamilan yang menakutkan seperti tes genetika, dsb.

Punya riwayat kesulitan hamil atau riwayat keguguran.

Pernah mengalami tindakan kekerasan, seperti pasangan suka abuse (melakukan kekerasan). Ini bagi perempuan dampak emosionalnya kerap menetap lama.


Tanda-tanda mengalami depresi
Anda akan merasa menderita baby blues lalu berubah menjadi depresi jika merasakan beberapa gejala ini: kesulitan berkonsentrasi; terus-menerus merasa cemas, mudah marah, problem sulit tidur, sakit kepala (vertigo) terus-menerus, berhasrat untuk makan terus atau tak mau makan. Kegembiraan berlebihan atau kemurungan berlebihan.

Para calon ayah pun konon bisa mengalaminya. Benarkah? 
Seperti ibu, ayah pun mengalami hal yang sama terutama setelah kelahiran putranya. Sebuah penelitian pada 1981 di Amerika menunjukkan 62% ayah mengalami depresi selama bulan-bulan pertama kelahiran bayinya. Ini merupakan bukti bahwa depresi tidak selalu karena perubahan hormon.

Pencetusnya, umumnya bermuara dari kekhawatiran para calon ayah ketika mengetahui bahwa ada makhluk hidup di rahim pasangannya. Para ayah tidak bisa menghindari pertanyaan, siapkah ia menjadi ayah? Mampukah membesarkan si kecil? Juga rasa cemas akan proses kehamilan-persalinan dapat mencelakakan istri atau bayinya. Para ayah juga punya ketakutan kalau perhatian istrinya akan tersedot oleh si kecil. Begitu pula jika si kecil menangis terus-menerus dapat membuat sang ayah tertekan lantaran merasa tak mampu melakukan apa pun. 

Bagaimana melepaskan ibu-ayah dari tekanan tersebut?
Ibu maupun ayah membutuhkan dorongan, perhatian dan empati, baik dari pasangan, teman dekat maupun keluarga. Hal-hal lainnya:

Bersikap santai. Beberapa kegiatan positif dapat Anda lakukan untuk menyambut kedatangan bayi, misalnya, merencanakan desain kamar anak, membersihkan rumah, bekerja seperti biasa, baca buku, sarapan di tempat tidur, atau jalan-jalan ke luar maupun berbagi kebahagiaan dengan teman dan tetangga. Buat para ayah, ngobrollah dengan sesama pria bagaimana pengalaman menjadi ayah.

Berbagi kecemasan. Jagalah komunikasi antara Anda dan pasangan. Katakan dengan jelas bahwa Anda membutuhkan dukungannya, dan jika pasangan mengalami hal yang sama, Anda harus saling mendukung. Selain itu, temui teman dekat untuk berbagi kecemasan yang Anda rasakan. 

Jika Anda merasakan kecemasan luar biasa, temui dokter dan katakan perasaan Anda. Ia dapat memberikan nasihat ke mana atau siapa yang harus Anda temui untuk konsultasi.

Sekitar 50% ibu yang mengalami depresi cenderung berkembang depresinya setelah melahirkan. Namun, terapi psikiater dapat membantu mengurangi perasaan tersebut.

Lakukan pijatan. Pijatan dari pasangan (boleh juga pemijat tradisional) dapat melancarkan peredaran darah dan mengurangi sakit kepala serta tekanan Anda. b Dew

Sumber: Tabloid Ibu & Anak

Read more

Ayahku Sibuk Terus!

0

Ayahku Sibuk Terus!
MOTHER & BABY

Figur dan kehadiran ayah sangat penting bagi balita. Tapi bagaimana kalau ayah tak pernah punya waktu? 

"Bu, kok ayah kerja terus? Aku pengen main sama ayah," keluh Sandi. Mata belonya memancarkan kekecewaan. Aneka mainan yang memenuhi kamarnya tak bisa mengobati kerinduannya. Bagaimana tidak. Sandi hampir tak punya kesempatan bermain bersama ayahnya. Setiap kali hanya kata 'sibuk' yang keluar dari mulut ibunya sebagai alasan. Padahal Sandi sangat menikmati saat-saat bersama ayahnya. Ia bisa bermain dengan lebih gembira dan kreatif bersama sang ayah. Sebagai anak laki-laki, ia juga menemukan tokoh identifikasi sebagai model untuk dirinya.

Sayang, karena pertemuan Sandi dan ayahnya sangat jarang, balita ini tak mendapatkan salah satu elemen pendidikan yang seharusnya ia terima. Keadaan ini, menurut psikolog pendidikan anak Prof. DR. Utami C. Munandar, akan menimbulkan berbagai masalah psikologis. Mulai dari lambannya perkembangan motorik, kurang berkembangnya kecerdasan emosional, hingga menurunnya tingkat kecerdasan intelektual.

Penelitian National Center for Education Statistics dan National Household Education menunjukkan, keterlibatan orangtua terutama ayah sangat berpengaruh pada tingkat prestasi anak. Semakin tinggi keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan kepeduliannya secara langsung terhadap pendidikan anak akan membuat anak mendapatkan prestasi yang optimal. Menurut Myriam Medzian dalam bukunya Boys will be Boys, jika ayah ikut berbagi dalam pengasuhan atau mengasuh anaknya sendiri, anak laki-lakinya akan tumbuh menjadi pribadi yang memiliki empati dan kompetisi sosial yang baik. 

Artinya, ayah tak hanya sebagai berperan sebagai pencari kebutuhan ekonomi keluarga semata. Utami menyarankan, ayah mesti secara sengaja menyediakan waktu untuk bisa berinteraksi dengan anak. "Waktu itu tidak boleh sisa dari aktivitas lain, tapi harus sengaja diusahkan agar pertemuan antara ayah dan anak jadi berkualitas," jelas guru besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini. 

Saat ini yang terjadi malah sebaliknya. Anak mendapatkan waktu sisa dari keseluruhan aktivitas kehidupan ayah. Tak sedikit ayah yang menjadikan kebutuhan anak untuk bertemu dengannya sebagai kepentingan nomor sekian. Akibatnya, interaksi antara ayah-anak tak berjalan efektif. 

Bila waktu pertemuan dengan anak mendapat perhatian khusus, secara otomatis ayah akan menyiapkan dirinya untuk menjadi orang yang menyenangkan saat berinteraksi dengan si kecil. Ayah tidak akan memikirkan hal lain saat bermain bersama balitanya. Dengan begitu ayah dapat mengeluarkan ide-ide menarik yang dapat memicu kreativitas anak saat bersamanya. 

Tiga Cara 

Hubungan yang dekat antara ayah dengan anak tidak dapat terjalin dengan sendirinya. Dalam buku Biosocial Perspective on Paternal Behavior and Involvement disebutkan, ayah bisa menjalin kedekatan dengan anak melalui tiga cara. Pertama, dengan kontak langsung. Misalnya ayah meluangkan waktu dengan bermain, memandikan anak-anak, atau mengajari anak tentang berbagai hal. Kedua, ayah menjaga agar selalu bisa dihubungi oleh anak. Anak mendapatkan waktu yang cukup panjang sehingga bisa berdiskusi dengan ayah, kapanpun anak inginkan. Ketiga, dengan selalu memupuk rasa tanggung jawab akan kesejahteraan anak. 

Itu artinya, kesempatan ayah untuk memiliki ikatan yang cukup kuat seperti halnya ibu bisa dilakukan dalam keadaan apapun, meski ayah tak punya kesempatan berinteraksi langsung dengan anak. Yang terpenting, adanya jalinan komunikasi yang tidak terputus, di mana ayah memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk mengetahui keadaan anaknya. "Jadi, tak harus selalu bertemu secara fisik. Pada kondisi tertentu, ayah bisa memanfaatkan fasilitas apapun untuk menjaga agar hubungan dengan anak tetap terjalin," ungkap Utami. 

Namun, tentu saja, kondisi seperti ini harus dijelaskan kepada anak. Balita memerlukan alasan yang bisa diterimanya mengapa mereka tak bisa bertemu orangtuanya secara langsung. Penjelasan ini harus dikomunikasikan dengan baik sehingga tidak terjadi salah persepsi. "Jangan lupa meminta pendapat apakah anak merasa keberatan dengan interaksi yang selama ini dilakukan." 

Dengan begitu, meski ayah tak bisa melakukan kontak langsung dengan anak, balita tak akan kehilangan figur ayah. Anak akan tetap merasa ayah mereka selalu berada di dekatnya. Ia pun tetap bisa menemukan figur atau model maskulin dalam keluarganya. 

Dalam hal hubungan antara ayah dan anak, peranan ibu, menurut Utami turut berpengaruh. Ibu yang bisa memberikan kesempatan yang luas kepada ayah untuk dekat dengan anak bisa ikut membangun hubungan antara anak dan ayah yang lebih baik. "Akan sangat efektif bila ibu mengingatkan ayah untuk meluangkan waktu untuk anak, dan memberikan kepercayaan penuh saat ayah bersama anak." Mila Meiliasari 
Sumber: Tabloid Ibu & Anak

Read more

Ayah Lagi Ayah Melulu!

0

Ayah Lagi Ayah Melulu!
MOTHER & BABY

Kian banyak batita amat-sangat dekat dengan ayahnya, ketimbang dengan ibu.

"Bobok sama ayah..."
"Mandi sama ayah..."
"Ayah gendong! Ibu sana!"

Keributan ini sering terjadi di rumah-rumah pasangan muda masa kini. Itu lho, ulah si kecil yang lebih memilih ayah ketimbang ibu. Sesekali memang asyik sih, bagi ibu-ibu bisa lebih rileks dan tidak digelendotin si kecil melulu, kan? Tapi ada juga ibu yang akhirnya cemburu, terutama kalau batita selalu memilih ayahnya, bahkan sedikit 'mengesampingkan' dan lebih 'kejam' lagi, 'mengusir' ibu. Mau tahu perasaan Ibu saat itu? Seolah tugas sucinya sebagai 'yang mengandung dan menyusui' anak, tidak diakui, deh. 

Sama Ayah Lebih Seru...

Sebenarnya, menyenangkan lho, bila si upik atau buyung dekat dengan ayahnya. Terus terang hal ini sangat menolong ibu -- terutama ibu super sibuk -- untuk menikmati waktu istirahat, juga waktu bagi dirinya sendiri. Lagi pula kita tahu, kedekatan antara ayah dan anak akan sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa anak. Ini lantaran anak yang dekat dengan ayah akan mendapatkan duplikasi yang komplet dari dua figur berbeda: ayah (pria) dan ibu (wanita). 

Justru 'rugi' bagi perkembangan anak jika dia kurang dekat dengan ayahnya, karena transformasi sifat-sifat seorang ayah (pria) akan kurang diturunkan pada anak. Bagaimana kedekatan anak dengan ayahnya terbangun? Sedikit berbeda dengan kedekatan anak dengan ibu yang sifatnya naluriah, kedekatan ayah dengan anak akan terjalin erat bila ayah mampu berkomunikasi dengan baik dan mempunyai kualitas hubungan optimal dengan anaknya. 

Memang, sebagai pencari nafkah ayah mungkin tidak hadir 24 jam bersama anak, tapi menurut psikolog pendidikan Prof. DR. Utami Munandar, bila ayah mampu menciptakan suasana menyenangkan bersama anaknya pada saat mereka bersama -- the quality time -- batita akan mempunyai kesan positif pada ayah.

Tentu saja, lanjut Utami, suasana yang menyenangkan itu harus didasarkan pada pola asuh dan pendidikan yang baik. Misal, bukan bermanja-manja berlebihan, atau melanggar aturan/disiplin yang diterapkan di rumah.

Selain itu, kedekatan ayah dengan anak juga bisa timbul akibat kecocokan satu sama lain, misal, dari segi karakter, minat, hobi, atau gesture ayah yang menarik di mata anak. Faktor chemistry -- ketertarikan akibat pengaruh unsur-unsur kimiawi di dalam tubuh -- juga bisa menjadi penyebab dekatnya hubungan ayah-anak. 

Meski demikian, ada juga kedekatan batita pada ayah yang disebabkan alasan kurang tepat: justru karena batita kurang mendapat perhatian dari ayah! Perilaku 'lebih memilih ayah' pun dilakukan batita lebih sebagai upaya menarik perhatian ayah. 

Ibu Pun Nggak Pede...

Sebenarnya, lanjut Utami, perilaku si kecil yang lebih memilih ayah tidak berpengaruh buruk selama tak mengganggu kegiatan ayahnya dan tak menganggu perkembangan emosional anak. Selain itu, "Yang baik adalah jangan sampai kedekatan itu menjadi ketergantungan bagi batita. Misal, batita selalu mengharapkan ayahnya membantu kapan saja, dia lebih memilih ayah untuk segala kegiatan, atau dia menggantungkan semua pilihannya pada ayahnya. Kedekatan seperti ini justru mendorong batita untuk tidak mandiri dan over dependent." 

Yang juga harus diwaspadai adalah, jangan juga ketergantungan batita membuat ibu merasa tidak pede (percaya diri). 
Utami melanjutkan, idealnya batita memiliki kedekatan yang sama antara dengan ayah dan dengan ibu. Tetapi jika kondisi ideal ini tidak terjadi di rumah kita, tak perlu khawatir.

Ayah atau Ibu Sama Saja

Tidak buruk sama sekali bila si kecil lebih memilih ayah untuk aneka kegiatan yang ingin dilakukannya. Sesekali waktu biarlah si kecil lebih memilih ayahnya. Ini memberi kesempatan pada ayah untuk lebih dekat dengan batitanya. Untuk menghindari perilaku ini agar tak menjadi ketergantungan berlebihan, camkan pada si kecil bahwa ayah dan ibu siap membantunya. Untuk itu ayah atau ibu perlu menunjukkan ketertarikan yang sama pada batitanya. 

Berikan Pengertian 

Adakalanya ayah sangat sibuk. Tapi tentu saja, batita tidak bisa memahami hal ini begitu saja, sehingga tak jarang mereka memaksakan kehendak. Misal, bila ingin dimandikan ayah, tak ada pilihan lain dan tak ada orang lain. Nah, inilah saatnya memberikan pengertian pada batita bahwa ayah pun perlu mengerjakan hal lain -- seperti ibu pada saat berbeda. 

Pemahaman ini sebaiknya dibarengi dengan pilihan yang sama menariknya. Misal, bila si kecil ingin mandi bersama ayah tapi ayah sangat sibuk tawarkan mandi bersama ibu, tapi acara mandi jadi spesial karena boleh membawa mobil-mobilan ke dalam bak mandi. Poin terpenting tahap ini adalah pastikan si kecil mendapatkan sesuatu yang sama menariknya, baik bersama ibu atau ayah. 

Orangtua yang Mau Belajar 

Mungkin ibu sedikit cemburu bila si kecil lebih memperhatikan atau lebih memilih ayahnya. Tenang Bu, jangan kecewa dulu. Mungkin Ibu perlu belajar dari ayah apa yang membuat 'semua menjadi lebih menarik bila bersama ayah'. Anda bisa mengamati kebersamaan batita saat bersama ayah. 

Jangan Pernah Mengkritik Ayah atau Ibu di Hadapan Batita 

Tanpa disadari, kita sering membentuk kesan buruk tentang pasangan pada batita. Misal, "Hayo jangan nakal, nanti Ibu kasih tahu ayah, lho!" Kalimat lain yang mungkin keluar dari ayah, "Ayo sini sama Ayah saja. Ibu memang galak, ya?" 

Secara tak langsung melalui kalimat-kalimat seperti ini batia menerima citra buruk tentang ayah atau ibunya. Bila ibu mendapatkan citra lebih buruk, tak heran bila batita akan lebih memilih ayah untuk berbagai kegiatan. b Mila Meiliasari 
Sumber: Tabloid Ibu & Anak

Read more

"Ayah KAmu Jelek! Botak! Gendut!

0

"Ayah KAmu Jelek! Botak! Gendut!
MOTHER & BABY
Nakita

Tak perlu terlalu khawatir bila si prasekolah kita sering mengolok temannya. Masih bisa diatasi, kok. 

"Bapak kamu botak, enggak punya rambut!" Kontan temannya membalas, "Biarin! Daripada Bapak kamu, gendut! Perutnya kayak Paman Gembul." Kedengarannya seram sekali, ya? Masak, kecil-kecil sudah saling menjelekkan ayah temannya. 

Menurut Fitriani F. Syahrul, Psi., orang tua tak perlu buru-buru memvonis anak kurang ajar. Karena katanya, anak seusia prasekolah memang belum tahu perihal sopan-santun. "Apalagi kalau kita tidak pernah memberikan penjelasan pada anak mengenai norma-norma dan sopan santun atau pengertian bahwa perbuatan seperti itu tidak baik."

PENGARUH LINGKUNGAN
Disamping itu, sikap seperti ini juga karena pengaruh lingkungan. Sebab, ia masih dalam tahap suka meniru. Kalau lingkungannya memang biasa serba ceplas-ceplos,terbuka, dan menganggap hal tersebut biasa dan wajar-wajar saja, tentu anak pun akan mengadopsi hal tersebut. "Kalau kita lihat intinya, anak bertindak seperti itu karena sedang dalam proses ingin membanggakan apa yang dimiliki orang tuanya masing-masing. Baik fisik, materi, ataupun pekerjaan." 

Bisa juga, lanjut psikolog dari Yayasan Pendidikan Insan Kamil ini, karena anak masih dalam pembentukan diri atau keakuannya. Ia ingin menunjukkan, apa yang dimilikinya adalah yang terbaik. "Tapi tetap saja, pengaruh lingkungan yang paling besar pengaruhnya." Ejekan atau saling mengolok orang tua seperti itu pun, lanjut Fitriani, masih sebatas hal-hal yang dimengerti anak. Misalnya, botak, gendut, hitam, keriting, pekerjaan (dilihat dari penampilan), dan materi (rumah dan kendaraan). "Anak seusia ini, kan, sudah tahu kalau orang yang pergi kerja pakai mobil adalah hebat. Atau atau orang yang botak itu penampilannya jelek, misalnya."

MELAMPIASKAN EMOSI 
Yang patut dipahami, lanjutnya, selainsedang membangun rasa akunya dan ingin membanggakan orang tuanya, anak bersikap seperti itu untuk melampiaskan agresivitasnya. Mungkin ia merasa sebal pada sang teman. "Tapi secara umum, lebih disebabkan pembentukan lingkungan." 

Meski kemungkinan saling ejek dilakukan karena si kecil sedang konflik dengan temannya, bisa pula tujuannya hanya bercanda. "Karena lingkungan menganggap hal itu wajar, tak apa-apa." Ia lalu memberi contoh kebiasaan di keluarga atau lingkungan menengah ke bawah yang kerap membentak anaknya dengan kalimat, "Dasar, kamu sudah bodoh, item lagi!" Alhasil, dalam benak anak timbul pikiran, "Oh, mengejek orang hitam, bisa dijadikan alat untuk melampiaskan emosi, marah, dan agresivitas." Ia belum tahu, menjelek-jelekkan orang, apalagi orang tua, bukan perbuatan terpuji.

MENGHALALKAN SEGALA CARA 
Anak umumnya mulai mengadopsi segala sesuatu dari lingkungan kala menginjak usia prasekolah, saat ia sudah mulai bersosialisasi. "Begitu kuatnya pengaruh lingkungan, ia pun akan mulai mempraktekkan apa yang diadopsinya dari lingkungan tersebut." 

Namun bukan berarti apa yang disajikan setiap hari oleh lingkungannya itu tidak akan diserap oleh anak di bawah 3 tahun, lo. Apa yang anak lihat dan ketahui, pasti akan diserapnya juga. Hanya saja manifestasinya nanti, saat dia telah berusia di atas 3 tahun. "Di usia itu, ia sudah bergaul dan bisa bicara. Kemampuan kognitifnya sudah semakin canggih." 

Walau demikian, tak semua anak usia prasekolah akan melakukan hal ini. "Apalagi hal ini belum wajar dilakukan anak usia prasekolah. Di masa ini, biasanya hanya mengolok antar teman." Yang jelas, jika itu terjadi pada si kecil, jangan dibiarkan terus berlanjut. Sebab kalau terlanjur beranggapan bahwa dengan menjelekkan orang lain ia bisa membangun kebanggaan dirinya, bisafatal akibatnya. "Ia akan tumbuh jadi anak yang suka meremehkan orang lain, menganggap dirinya paling sempurna, dan menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya." Belum lagi bakal dijauhi lingkungan karena sifat jeleknya itu. 

BERI HADIAH 
Karena itulah, saran Fitriani, orang tua jangan pernah memberi contoh yang tak baik kendati anak masih berusia batita, bahkan masih bayi. "Jangan mengata-ngatai anak dengan mengangkat kekurangannya. Entah itu kulit yang hitam, hidung pesek, dan sebagainya." Sebab, lama-lama anak akan menganggap ejekan semacam itu biasa dan boleh dilakukan.Psikolog ini juga mengingatkan, televisi bisa memberi pengaruh buruk pada anak. 

"Karena itu para psikolog selalu menganjurkan agar orang tua menemani anaknya saat menonton teve. Termasuk bersikap selektif memilihkan acara yang pas ditonton anak-anak." Jangan lupa pula memperingatkan anak saat dia melakukan 
Sumber: nakita online

Read more

Ayah Harus Dilibatkan Mengurus Bayi

0

Ayah Harus Dilibatkan Mengurus Bayi
MOTHER & BABY

Pada dasarnya, seorang ayah bisa saja mencemburui bayinya. Ini biasanya dialami pasangan muda yang baru menikah lalu dikaruniai anak pertama tak lama kemudian. Merasakan betapa beratnya beban yang harus ditanggung selama sembilan bulan, usai melahirkan si istri pun memberi perhatian berlebih terhadap bayinya, bahkan memprioritaskan urusan bayi di atas semua masalah (termasuk masalah mengurus suami -- Red.). Sikap seperti ini bisa juga disebabkan oleh adanya perasaan bangga yang dimiliki oleh kebanyakan wanita. Mereka merasa 'lengkap' karena telah menjadi ibu. 

Adanya perasaan bangga menjadi ibu sebenarnya merupakan sesuatu yang alamiah dan universal. Namun jika sampai membuat istri memberi perhatian berlebih yang tanpa disadari telah membuatnya mengabaikan suami, hal itu perlu diwaspadai, terutama oleh pihak istri. Mengapa? Sebab berbagai kemungkinan buruk dapat terjadi. Misalnya, memudarnya kehangatan suami-istri lantaran istri kelewat repot dan asyik dengan si kecil. 

Tanda-tanda kecemburuan pada bayi dapat dilihat dalam keseharian seorang ayah. Contohnya, ketika ibu minta tolong ayah untuk menggendong bayi yang menangis, si ayah melakukannya dengan cemberut. Kecemburuan ayah kepada bayi dapat timbul kapan saja. Bisa pada tiga bulan pertama setelah kelahiran bayi, bisa juga setelah itu tanpa disadari sebelumnya. 

Seorang ibu, misalnya, mengaku mempunyai bayi yang sebentar-sebentar menangis dan hanya mau diam kalau si ibu tadi menggendongnya. Di tengah kesibukannya mengurus bayi, ibu tersebut merasa jengkel dengan sikap suaminya yang seperti tak mau tahu kerepotannya mengurus bayi. Belakangan, setelah sang suami menuduhnya berat sebelah dan tak lagi memperhatikan suami, barulah ia sadar bahwa suami sebenarnya cemburu kepada bayinya. 

Pada intinya, faktor penyebab utama kecemburuan ayah pada bayinya adalah perilaku ibu yang kelewat sibuk dengan bayinya hingga mengabaikan tugas sebagai istri. Rasa cemburu itu diekspresikan melalui ketidakpedulian. Tapi jangan salah. Ayah bisa juga kelihatan tak peduli pada bayinya karena terpengaruh faktor budaya atau kebiasaan 'orang-orang dulu' yang menetapkan peran ayah hanya sebagai pencari nafkah. 

Menurut budaya/kebiasaan ini, jika ayah sampai terlibat dalam urusan bayi, harkatnya sebagai lelaki akan jatuh atau dianggap tidak macho. Akibatnya, ayah menyerahkan urusan anak sepenuhnya kepada ibu. Sementara itu, ibu pun merasa bebannya bertambah berat sehingga tidak bisa/tidak sempat lagi memperhatikan ayah. Ujung-ujungnya, ayah pun merasa cemburu juga karena tak diperhatikan. 
Menurut saya, cara mengatasi hal seperti ini adalah justru dengan melibatkan ayah pada urusan bayi, baik itu di masa kehamilan maupun setelah persalinan dan seterusnya. 

Untuk itu, keduanya (suami-istri) harus membuat komitmen mengenai masalah mengurus anak. Banyak cara untuk melibatkan suami, minta tolong menggantikan popok misalnya. Dari hal-hal kecil seperti itu, suami akan merasa dilibatkan dalam mengurus bayi dan hal itu dapat memperkecil kemungkinan timbulnya kecemburuan terhadap si kecil. 
Para sosiolog Amerika Serikat bahkan mengatakan bahwa pria hendaknya mau membantu istri mengurus dan mengasuh anak agar istri tak terlalu capek dan stres, sehingga ia pun dapat membagi perhatiannya untuk suami, termasuk mampu memenuhi 'undangan' suami tercinta dengan senang hati. 

Dra. Michiko Mamesah, Dosen Universitas Negeri Jakarta 

Bayi Bisa Menjadi Rewel, Cengeng, dan Nakal

Pada dasarnya, perasaan anak sangat halus. Inilah aspek psikologis yang tak bisa dijabarkan oleh siapa pun juga. Apalagi bayi. Ia adalah makhluk yang amat peka. Secara emosional, ia mampu merasakan betapa ayahnya mencemburui kehadirannya serta tak mengharapkan dirinya. Kepekaan untuk merasakan ekspresi-ekspresi negatif seperti ini sifatnya sangat naluriah dan alamiah. Apalagi jika ekspresi yang diungkapkan sang ayah itu sifatnya nyata. Misalnya, ayah selalu berkomentar negatif jika ibu sedang mengurus bayi, atau ayah tak pernah mau terlibat dalam urusan bayi. 

Semua itu tentu saja akan membawa dampak negatif pada bayi. Kemampuan bayi merasakan ketidaksukaan sang ayah terhadap dirinya, misalnya, akan membuat bayi merasa tak nyaman hingga menjadi rewel, sering menangis, dan 'nakal' (tidak kooperatif, sulit diatur, sulit dimengerti tingkah lakunya, dsb. -- Red.). Kasus seperti ini sering terjadi pada pasangan muda yang dituntut untuk segera punya anak oleh orangtua/mertua. Adanya tuntutan seperti itu membuat pasangan tersebut terpaksa punya anak walau sesungguhnya belum merasa siap dengan kehadiran seorang bayi. Akibatnya, masa kehamilan dilalui dengan penuh keterpaksaan dan mengurus bayi pun tak dilakukan dengan benar serta penuh perhatian dan kasih sayang. 

Untuk mencegah bayi tumbuh menjadi anak yang bertingkah laku seperti di atas, seorang ayah sebaiknya harus dilibatkan dalam urusan bayi. Bagaimana supaya ayah mau terlibat? Komunikasi adalah jalan terbaik. Dengan komunikasi, suami-istri dapat membuat komitmen awal berupa kesepakatan bersama untuk terlibat dalam mengurus bayi bersama-sama. b Rika Puspita 
Sumber: Tabloid Ibu & Anak

Read more

Awas, Jangan Sampai Bayi "Bau Tangan"!

0

Awas, Jangan Sampai Bayi "Bau Tangan"! 
Mother  

Menggendong bayi menumbuhkan bonding 'ikatan batin' ibu dengan anak. Tapi, jika jadi kebiasaan, selain bayi jadi "bau tangan", perkembangan bayi juga terhambat.

Nanda tiba-tiba menangis keras. Bayi 9 bulan ini terbangun dari tidurnya. Tangisannya tak mau berhenti sampai ibunya mengendong dan menyanyikan Nina bobo. Tak lama, Nanda pun lelap lagi. Pelan-pelan sang ibu meletakkan Nanda ke tempat tidur. Beberapa saat kemudian, ngeeng... nangis lagi! Serta merta Rita menepuk-nepuk bayi mungilnya, tapi tetap saja nangis. Tak sabar, Rita mengambil dan menggendongnya lagi.

Gendongan memang merupakan cara yang cukup efektif untuk meredakan tangisan dan kerewelan anak. Menurut penelitian, getaran atau gerakan teratur dapat memberi sensasi pada bayi. Sensasi ini terdapat pada saat menggendong. Menurut psikolog anak Miranda Dzarfiel, sensasi gendongan memberikan rasa nyaman dan tenang. Ini juga lantaran efek gerakan gravitasi serta detak jantung ibu mengingatkan bayi pada saat ia masih dalam rahim ibunya. Secara psikologis, keadaan ini membantu anak untuk beristirahat dengan baik dan melupakan kegelisahannya. 
Gendongan berdampak positif bagi keduanya, orangtua dan bayi. Saat digendong, bayi berada dekat dengan tubuh Anda. Khususnya kepala -tempat otak serta area telinga- berada di bagian dada, menyebabkannya "mendengar" detak jantung ibu dan memudahkan bayi melihat orangtuanya lebih baik. Begitu juga sebaliknya, kontak skin to skin dengan bayi ini, membuat ibu atau ayah secara psikologis merasa memahami bayinya dengan baik. "Akan tumbuh bonding antara keduanya. Bagi ibu sendiri, perasaan memahami ini menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa berharga dalam merawat anak," jelas Miranda. 

Tapi, Ada Dampaknya
Meski ada manfaatnya, lanjut Miranda, menggendong bayi perlu dilakukan pada saat yang tepat. Jangan sampai bayi terlalu banyak digendong atau sebaliknya terlalu banyak dibiarkan. Terlalu sering digendong dapat menjadi kebiasaan, istilahnya "bau tangan," atau sebentar-sebentar dan tak ada sebab apapun minta gendong, kalau tidak digendong, nangis atau marah.

"Bau tangan", jelas Miranda, juga berdampak negatif. Secara psikologis, bayi jadi memiliki anggapan tempat terbaik bagi dirinya adalah gendongan. Sehingga, di luar itu, ia akan merasa gelisah dan tidak tenang. Akibatnya, perkembangan emosional bayi terhambat, misalnya bayi jadi tergantung pada ibu, cenderung penakut, atau cengeng. Pada akhirnya, kemandirian bayi pun tidak terbentuk dengan baik.

Selain itu, bayi yang selalu digendong-gendong akan mengalami kesulitan mengembangkan kemampuan motorik. Sebab, jika waktu terbanyak bayi (jika tidak tidur) berada dalam gendongan, membuatnya tak mendapatkan kesempatan yang cukup untuk bereksplorasi menjelajahi lingkungan, mencoba-coba dengan jari jemari tangan dan kakinya untuk meningkatkan kemampuan motorik kasarnya dengan baik.

Karena itu, kata Miranda, meski menggendong mampu menumbuhkan bonding, tapi tak boleh terlalu sering dilakukan. Menumbuhkan bonding dengan si kecil, bisa dilakukan dengan cara yang beragam asal dilakukan secara bersama-sama. Misalnya, bermain bersama, memandikan bayi, atau menyuapinya meskipun si bayi duduk di kursi makannya. Semua kegiatan yang dilakukan bersama ini dapat menumbuhkan ikatan antara orang tua dan bayi.

Pilih Waktu Tepat
Menggendong bayi perlu dilakukan, namun harus pada saat yang tepat. Memang sulit untuk secara tegas menentukan kapan waktu yang paling tepat untuk menggendong. Setiap ibu tahu dan memahami kapan bayi membutuhkan gendongan ibunya. Sebab, setiap bayi mengalami perkembangan dan kebiasaan yang sangat relatif.

Yang paling penting untuk diperhatikan, saran Miranda, gendonglah bayi sesegera mungkin bila ia nampak sangat gelisah dan tidak ada cara lain untuk menenangkannya. Terutama bila bayi dalam keadaan sakit. Sebab, selain untuk menenangkan, gendongan merupakan terapi penyembuhan yang paling sederhana," ungkap Miranda. (mila meiliasari)

Pengganti Gendongan
Bayi sampai usia satu tahun bahkan lebih, sangat membutuhkan gendongan lebih dari yang dipikirkan orang dewasa. Namun karena dampaknya, maka orangtua perlu menyiasatinya agar bayi tetap dapat merasakan sensasi gendongan tanpa tergantung pada gendongan.
Menurut sejumlah penelitian, getaran atau gerakan yang beraturan bagi bayi memberikan sensasi yang hampir sama yang dirasakannya ketika berada dalam kandungan atau ketika digendong. Inilah salah satunya yang menjadi dasar bagi penanganan bayi kholik 'rewel', yakni meletakkannya pada benda yang bergerak teratur untuk menenangkan kegelisahan karena kholiknya.

Benda-benda yang bisa bergerak dapat menggantikan gendongan. Misalnya, mengajak bayi bermobil (termasuk mobil mainan), boks berayun, kursi goyang, kereta dorong, baby walker, dsb. 
Awalnya, mungkin bayi Anda merasa tak nyaman, tapi, jangan menyerah. Ini hanya reaksi awal. Anda bisa membantunya merasa lebih nyaman dengan mendendangkan lagu, atau memberikan gerakan yang lebih dinamis, seperti mengoyang ayunan atau kereta sedikit cepat. Tentu dengan tetap mempertimbangkan keselamatan bayi.

Psikolog anak, Miranda Dzarfiel mengakui, bahwa pengganti gendongan ini tidak sebaik mengendong bayi dalam pelukan ibu. 
Artinya Anda tidak dapat menghilangkan mengendong bayi dengan cara meletakkan bayi dalam kereta dorong atau ayunan. Bayi tetap membutuhkan sentuhan Anda yang spesial, tetapi di saat yang tepat. 

Jangan Menggendong Bayi bila:

Bayi akan disuapi atau hendak makan. Sebab, bayi akan menganggap waktu makan adalah waktu digendong dan ia tidak mau makan bila tidak digendong.

Bila bayi tidak menangis atau sedang melakukan kegiatan yang disukainya.

Bila bayi ada dalam kelompok bermainnya.

Bila bayi menolak digendong 
Sumber: Tabloid Ibu & Anak

Read more

Awas, Tersedak!

0

Awas, Tersedak!
MOTHER & BABY

Balita sering sekali tersedak. Salah memberikan makanan bisa menjadi penyebabnya.

Jangan anggap enteng tersedak. Bila tidak ditangani dengan baik, jiwa anak bisa terancam. Di AS saja, setiap tahun sekitar 200 anak di bawah usia 4 tahun meninggal akibat tersedak.

Sebagian besar anak pernah tersedak, khususnya di usia 2-4 tahun. Di usia ini rasa keingintahuan mereka begitu besar. Hampir semua benda mereka masukkan ke mulut. Balita juga belum dapat mengunyah dengan baik, dan saluran pernafasan atasnya masih kecil, sehingga mudah tersumbat oleh makanan atau benda-benda yang nyasar ke situ.

Tersedak, menurut Dr. Thamrin, direktur utama RS Khusus THT-Bedah Proklamasi, Jakarta, adalah masuknya benda asing ke dalam saluran pernafasan (tenggorokan) dan saluran paru-paru (bronkus), sehingga menghalangi keluar masuknya udara. Normalnya bila kita menelan sesuatu, misalnya makanan, jalan udara menuju paru-paru akan tertutup oleh epiglotis alias anak tekak, katup yang menutup pangkal tenggorokan jika ada makanan atau minuman lewat. "Nah, kerja epiglotis ini tidak akan sempurna bila makanan, minuman, atau benda lain masuk bersamaan dengan aktivitas mulut lainnya, misal berbicara, tertawa, atau menangis," ungkap Thamrin. 

Tersedak biasanya terjadi bila kita makan sambil berbicara, sehingga makanan atau minuman masuk ke saluran tenggorokan, bukan ke kerongkongan (saluran makanan - Red.). Makanan atau benda lain yang anak telan itu lalu bisa saja nyangkut di laring (pangkal tenggorok), trakea (saluran nafas antara laring dan bronkus), atau masuk ke bronkus (percabangan tenggorok ke paru-paru).

Geraham Belum Tumbuh
Pada anak kecil, tersedak juga kerap disebabkan oleh kurang hati-hatinya orangtua dalam mengawasi anak. "Contoh," kata Thamrin, "kasus tersedak lebih banyak terjadi saat si kecil tengah makan atau bermain sendirian." Di usia ini anak tengah senang-senangnya memasukkan apa saja yang ditemukannya ke dalam telinga, lubang hidung, atau mulut. Jadi ada baiknya orangtua mewaspadai bahaya makanan ataupun mainan yang berbentuk kecil, karena bisa jadi anak tertarik dan memasukkannya ke dalam mulut, yang menyebabkan ia tersedak.

Penyebab lain adalah belum tumbuhnya gigi geraham anak. "Anak batita belum punya gigi geraham yang berfungsi sebagai pengunyah. Akibatnya, bila mereka diberi makanan dalam bentuk butiran keras -semisal kacang-kacangan- sebagian makanan itu tidak terkunyah dengan baik. Bila potongan makanan itu sudah melewati mulut lalu masuk ke dalam rongga tenggorokan, di sinilah potongan itu akan menutupi saluran pernapasan," tutur Thamrin panjang lebar.

Selain makanan, benda yang masuk ke dalam saluran pernapasan anak bisa berupa apa saja. Sifat bendanya pun bermacam-macam. Bisa benda besar atau kecil, licin atau kasar, atau bahkan benda berduri tajam. "Penyumbatan oleh benda-benda itu membuat tubuh anak bereaksi sehingga timbullah gejala tersedak atau pembengkakan, tergantung pada tempat benda itu tersangkut. Tak jarang benda-benda itu tidak dapat dikeluarkan lagi." 

Rangsang Batuk Si Kecil
Orangtua sebaiknya bisa mengenali gejala-gejala tersedak. Sebab jika kurang waspada, tersedak bisa membahayakan si kecil. Apabila tiba-tiba si kecil terbatuk terus-menerus hingga mengeluarkan airmata, dan makin lama batuk itu mulai menimbulkan bunyi 'ngik-ngik-ngik' seperti orang sesak napas, bisa jadi ia tengah tersedak.

"Bila anak masih bisa terbatuk-batuk, biarkan dulu sejenak," lanjut Thamrin. Menurutnya batuk merupakan usaha alami anak dalam mengeluarkan sumbatan yang membuatnya tersedak, dan ada kemungkinan benda atau makanan yang menyumbat itu bisa keluar dengan sendirinya. Bahkan bila diperlukan, orangtua bisa memberi rangsangan agar si kecil terus terbatuk hingga sumbatannya keluar.

Gejala tersedak juga sangat tergantung pada tempat di mana 'benda asing' itu tersangkut, selain juga besar dan sifat benda itu. Benda yang nyangkut di laring, bisa jadi akan menyumbat sebagian atau seluruh laring. Bila ini terjadi, si kecil tentu tak akan bisa bernapas. Kalau kondisinya seperti ini, Thamrin menyarankan agar jangan membiarkan batuk anak sampai lebih dari 3 menit. Sebab ini bisa menimbulkan terhentinya napas anak, yang mengakibatkan kehilangan nyawa si kecil.

Pahami Cara Memberi Makan
Selain menghindarkan berbagai benda berukuran kecil di sekitar anak, risiko tersedak juga dapat dicegah jika orangtua memahami cara pemberian makanan yang sesuai dengan fisiologi (kondisi fisik) anak. Misal, kondisi fisik saluran udara pernapasan anak akan berbeda manakala ia sedang menangis dan diam. Karenanya, jangan sekali-kali memberi minum atau makanan bila si kecil sedang menangis.

Orangtua juga jangan memberi makanan berupa butiran jagung saat anaknya sedang tertawa atau tidur-tiduran. Begitu juga minum susu sambil bermain-main seperti ingin meludah. Semua tingkah laku anak yang mengundang bahaya tersedak, seperti menggigit-gigit wortel mentah, apel, atau buah-buahan keras, memunguti benda-benda kecil dan memasukkannya ke dalam mulut, juga perlu diwaspadai. 

Kepekaan orangtua, khususnya para ibu dalam menentukan 'benda-benda berbahaya', bagi si kecil memang sangat penting. Seringkali, orangtua memberikan bermacam benda menarik sebagai mainan untuk si kecil. Kadangkala, ungkap Thamrin, tanpa memperhitungkan risikonya, orangtua memberikan dengan sengaja makanan yang mempunyai bentuk, warna, tekstur, rasa, dan aroma yang menarik, namun bisa berbahaya bagi si kecil. Sehingga si kecil tertarik untuk memasukkannya ke dalam mulut dan menelannya. "Karena itu jangan heran bila benda-benda yang ditemukan tersangkut di saluran napas anak juga termasuk kulit melinjo yang merah menyala, kacang-kacangan, biji salak, begitu juga peluit, kancing baju, dan benda-benda kecil lainnya yang aneh-aneh!" 

Mencegah Bahaya Tersedak

Temani bayi kapanpun ia sedang makan atau minum. Tapi jangan ajak bicara ketika ia akan makan atau minum

Pastikan bayi dalam posisi tegak ketika ia diberi makan makanan padat

Jangan memaksakan makan jika bayi sedang menangis atau menolak

Hindari memberi makanan yang sulit dikunyah anak. Hancurkan atau giling dulu sehingga cukup lunak untuk digigit atau dikunyah. Roti sebaiknya dipotong dulu menjadi bagian kecil. Biskuit dipecahkan dulu hingga halus, atau siramkan susu atau air hangat agar jadi bubur halus. Keju ada baiknya diparut atau dilumerkan terlebih dahulu sebelum disajikan. 

Karena anak kecil lebih mungkin menelan tanpa mengunyah, jangan berikan selai kacang, popcorn, wortel mentah, kacang-kacangan, anggur, jagung, permen keras, polong-polongan mentah, atau hotdog (bahkan yang berukuran kecil), kecuali sudah berusia 3 tahun

Jangan beri anak di bawah 1 tahun mainan yang punya bagian-bagian yang berukuran kurang dari 4 cm tebalnya dan 6 cm panjangnya.

Singkirkan kancing, koin, peniti, jarum pentul, balon, kelereng, kulit melinjo, biji salak, dan kerikil. Pastikan mobil-mobilan mainan anak tak bisa dimasukkan ke mulut.

Jangan biarkan bayi bermain-main dengan wadah talek. Isinya bisa berhamburan dan ditelan.


Gejala-gejala Tersedak

Batuk lemah

Memegangi tenggorokan

Napas terengah-engah

Bibir menjadi biru 

Pembuluh darah leher dan wajah menonjol

Pingsan


Langkah Menangani Tersedak

Bayi
Langkah 1: Cari tahu penyebabnya. 
Jika bayi tiba-tiba tak bisa menangis atau batuk, mungkin ada sesuatu yang menyumbat saluran nafasnya. Bantu ia untuk mengeluarkannya. Ia mungkin mengeluarkan suara-suara aneh atau tak bersuara sama sekali meski mulutnya terbuka. Bibirnya membiru. Jika ia bisa batuk atau cegukan, artinya saluran nafasnya hanya separuh tersumbat. Untuk kasus ini, biarkan ia meneruskan batuknya. Ini cara paling efektif mengeluarkan benda penyebab tersedak. (Jika anda curiga tersedak itu akibat reaksi alergi yang menyebabkan tenggorokan tersumbat, segera panggil ambulans. Anda tak bisa menanganinya sendiri).

Langkah 2: Beri pukulan di punggung dan sentakan di dada
Duduk di kursi, taruh bayi di pangkuan dengan posisi bayi telungkup dan kepalanya menjauhi badan kita. Salah satu tangannya ditindih perutnya sendiri. Sangga wajah dan lehernya dengan tangan kiri kita. Gunakan pangkal telapak tangan kanan kita untuk memukul tengah punggungnya dengan kuat namun lembut 5 kali. Balikkan badan bayi, sangga belakang kepalanya dengan tangan kiri kita. Cari bagian sternum-nya, dengan cara menarik garis antara dua putingnya, cari titik tengahnya, turun sepanjang satu jari, lalu tekan titik tersebut 5 kali dengan dua jari. Hentikan jika bayi mulai batuk, dan biarkan ia mengeluarkan sendiri benda yang menyumbat saluran nafasnya. 

Kalau bayi belum batuk, terus lakukan dua langkah ini. Jika benda yang menyumbat itu sudah keluar tapi bayi belum juga bernafas, cek denyut nadinya, mulai lakukan pernafasan buatan atau resusitasi. Minta seseorang memanggil ambulans segera.

Balita
Langkah 1: Sama dengan penanganan untuk bayi.
Langkah 2: Lakukan Manuver Heimlich. Jika si kecil sadar namun tak bisa batuk, bicara, atau bernafas, peluk anak dari belakang, pegang pergelangan tangan kita dengan tangan satunya, tempelkan di perut anak, persis di atas pusar. Sentakkan secara cepat perut anak dengan arah agak ke dada beberapa kali. Lakukan sampai anak mulai bernafas atau batuk.

Jika anak tak batuk juga, agak dongakkan kepala anak dan buka mulutnya, tekan lidahnya dengan ibu jari kita, lalu lihat ke pangkal tenggorokannya. Jika benda yang menyumbat terlihat, gunakan jari kita untuk mengoreknya. Namun jangan lakukan ini kalau bendanya tidak terlihat, karena akan membuat benda itu makin dalam. Lebih baik lakukan Manuver Heimlich lagi.

Jika benda yang menyumbat itu sudah keluar namun bayi belum juga bernafas, cek denyut nadinya, mulai lakukan pernafasan buatan atau resusitasi. Minta seseorang memanggil ambulans segera.TG 
Sumber: Tabloid Ibu & Anak

Read more

Awas, Malpraktek Operasi Cesar!

0

Awas, Malpraktek Operasi Cesar!
MOTHER & BABY

Banyak ibu yang diharuskan melahirkan melalui tindakan operasi cesar (Sectio Caesaria) tanpa penyebab yang jelas. Sesungguhnya, itu dikategorikan malpraktek, apalagi resiko operasi cesar tidak ringan. Apa yang perlu dilakukan agar malpraktek cesar tidak menimpa Anda?

Lima tahun terakhir ini pilihan melahirkan melalui operasi atau bedah cesar jadi trend. Beberapa ibu hamil disarankan dokter atau tidak memilih melahirkan bayinya melalui cesar. Bisa dimengerti, proses melahirkan memang diyakini semua ibu sangat mengerikan, merupakan sebuah perjuangan hidup mati.

Bedah cesar memberi iming-iming relatif tak sakit saat persalinan berlangsung. Tahu-tahu buah hati lahir. Selain itu, tanggal lahir bisa ditentukan, dan dijamin organ intim tetap orisinil. Tak heran, menurut data Pirac, sebuah lembaga konsumen di Jakarta, angka tindakan cesar di Jakarta semakin tinggi.

Menurut Dr. Nurhasan, ketua Pirac, 75% kelahiran di hampir seluruh rumah sakit di Jakarta dilakukan melalui tindakan cesar. Padahal, menurut WHO, Badan Kesehatan Dunia, dari seratus kelahiran, sebenarnya hanya 1 ibu yang mungkin melahirkan dengan cesar. Lalu, mengapa angkanya demikian tinggi? Ada berbagai alasan. Namun, Nurhasan mensinyalir, tak sedikit penyebab tindakan cesar tidak jelas, atau tidak direncanakan sebelumnya dengan calon ibu. Tahu-tahu ibu atau ayah harus menandatangani surat kesepakatan tanpa diberikan pilihan bantuan persalinan lain.

Ada Risiko Dibalik Cesar
Padahal, tindakan cesar bukan tanpa resiko. Menurut Prof R. S Samil, MD, FICS guru besar fakultas kedokteran rumah sakit Indonesia Jurusan Obstetrics dan Gynaecology, beberapa kemungkinan bahaya dapat terjadi. Seperti, teririsnya kepala bayi pada saat dokter kebidanan melakukan bedah seperti kasus yang baru-baru ini dihebohkan. Atau, gagalnya epidural sampai keracunan obat penghilang rasa sakit oleh dokter anastesi yang bisa mengakibatkan kematian ibu. Belum lagi kasus ringan seperti jahitan yang kurang baik sehingga mudah menimbulkan infeksi pasca operasi.

Efek samping inilah yang menurut Prof Samil tidak atau jarang disampaikan pihak rumah sakit-- dalam hal ini dokter kebidanan, saat memberikan pilihan cesar pada calon ibu. Seharusnya, ibu berhak mengetahui informasi bedah cesar dengan lengkap. Dengan begitu ibu punya gambaran kemungkinan apa saja yang akan terjadi bila mereka melahirkan dengan cara caesar.

Tindakan Cesar, Tindakan Malpraktek
Secara etik, kata Nurhasan, tindakan caesar yang disarankan dokter (rumah sakit) tanpa indikasi yang jelas, atau tanpa informasi lengkap, disebut malpraktek. Indikasi malpraktek di antaranya, jika ibu sesungguhnya tidak memiliki resiko fatal bila melahirkan normal. Atau, dokter menganjurkan cesar jauh sebelum waktu persalinan tiba tanpa tanpa memberitahukan resiko yang lengkap pada ibu. Akibatnya selain ibu hamil harus menanggung sakit pasca operasi, juga dikenakan biaya persalinan yang jauh jauh lebih mahal dibandingkan persalinan normal.

Departemen Kesehatan setuju bahwa tindakan cesar seperti itu adalah malpraktek. Apalagi melihat angkanya uyang tinggi. Tindak lanjutnya, Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial melakukan audit dan menyebarkan edaran bahwa, hanya yang memiliki sectio saja tidak dilakukan persalinan secara normal. Persalinan secara sectio harus ditekan di bawah 20 persen.

Alasannya, bagaimanapun setiap tindakan operasi selalu berefek samping. Bagi ibu, bisa menimbulkan kecacatan pada bagian tubuh yang dioperasi. Bagi bayi, paru-parunya masih mengandung lendir harus dikeluarkan. Jika tidak, bisa berakibat kematian. Berbeda dengan persalinan normal, bayi yang lahir lebih bersih karena cairan dan lendir pada bayi itu keluar secara alami ketika melewati jalan lahir.
Tetapi, meski sudah ada edarannya, pasangan suami isteri harus waspada. Malpraktek caesar masih bisa terus berlangsung. Jika periksa kehamilan bersikaplah lebih proaktif, dan juga tegas meminta penjelasan indikasi. Melahirkan normal tetap lebih menguntungkan.
Sumber: Tabloid Ibu & Anak

Read more

Autisma : Alarm Anak Hiperaktif dan Bengong

0

Autisma : Alarm Anak Hiperaktif dan Bengong
MOTHER & BABY

GATRA.com - Pasangan Anton dan Ninik Budiman bak ketiban langit, kala putra pertamanya, Hari, yang belum genap tiga tahun, divonis menderita autisme. Semula mereka menganggap Hari hanya hiperaktif, dan mulai cuek pada sekelilingnya. Maka, sejak itu, sekitar tiga bulan lalu, pasangan ini rajin ikut seminar, membaca literatur, dan membawa Hari ke terapi autisme. 

Manajer operasi di sebuah perusahaan perminyakan itu tidak sendirian. "Satu dari 150 anak menderita autisme," ujar Melly Budhiman, Ketua Yayasan Autisma Indonesia. Rasio itu disampaikan dalam sebuah seminar autisme di Jakarta, Sabtu dua pekan lalu. 

Perkembangan autisme memang luar biasa. "Tahun 1987 rasionya masih lumayan besar, yaitu 1:5.000," kata Melly, seperti dilaporkan Sari K. Wismaningrum dari Gatra. Sepuluh tahun kemudian, rasionya menjadi 1:500. Terakhir, ya, rasio yang di atas. Purboyo Solek, dokter spesialis anak dari Bandung, Jawa Barat, malah mengemukakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan 6.900 anak mengalami autisme. 

Salah satu penyebab membengkaknya autisme, menurut Melly, adalah jumlah profesional yang mendalami bidang autisme tak sebanding dengan peningkatan jumlah penyandangnya. "Ini sering berdampak pada kerancuan diagnosis," katanya. Beberapa peserta seminar setuju. 

Nia Ihromi Tanjung, misalnya, mengaku kecewa dengan diagnosis seorang dokter anak yang langsung menyimpulkan bahwa putranya bukan autis hanya dengan melihat perkembangan fisiknya. Padahal, saat sang dokter itu memberi instruksi, si anak jelas-jelas menunjukkan gejala autis. "Dokternya malah marah, dan menyebut anak saya nakal," kata Nia. 

Tapi, dokter itu tak bisa disalahkan. Pasalnya, autisme masuk kelompok penyakit yang sampai saat ini belum jelas penyebabnya. Melly Budhiman menganut mazhab yang mengatakan bahwa autisme disebabkan gangguan pertumbuhan sel otak pada saat kehamilan trimester pertama. "Saat itu, berbagai hal bisa menghambat pertumbuhan sel otak. Misalnya, karena virus (rubella, tokso, herpes), jamur (Candida), oksigenasi (perdarahan), dan keracunan makanan," katanya. 

Gangguan itu mengakibatkan fungsi otak terganggu. Terutama yang mengendalikan pemikiran, pemahaman, komunikasi, dan interaksi. "Secara medis, kelainan yang terdapat di otak penyandang autis itu tidak bisa disembuhkan," kata Melly. 

Pengujian DSM-IV sempat dijadikan standar uji medis untuk mengetahui apakah seorang anak mendapat autisme atau tidak. Namun, alat uji ini belakangan dinilai tidak populer, terutama karena DSM-IV tidak jelas membedakan penyandang autisme dan anak hiperaktif. 

Namun, tanpa pengujian canggih, sebenarnya seorang penyandang autis bisa diketahui. "Diagnosis autisme bisa dibuat berdasarkan riwayat perkembangan dan perilaku anak," kata Sasanti Yuniar, psikiater anak dan remaja yang juga ahli autisme di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Surabaya, Jawa Timur. 

Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia tiga tahun. Penyandang autisme cenderung menghindari kontak mata, dengan ibunya sekalipun. Ia juga terlambat bicara, namun lebih sering membeo. Seorang penyandang autis cenderung tidak menoleh bila namanya dipanggil, cenderung tak punya rasa empati, suka tertawa-menangis-marah tanpa sebab jelas; dan merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan yang kasar. 

Gangguan perilaku pada anak autis bisa berlebihan dan kekurangan. Perilaku berlebihan, misalnya, hiperaktif, melompat-lompat, lari ke sana-sini tak terarah, berputar-putar atau mengulang-ulang gerakan tertentu. Sedangkan perilaku kekurangan seperti bengong, tatapan mata kosong, dan kurang variatif dalam bermain. 

Namun, dengan intervensi dini, penyandang autis bisa normal kembali. Metode applied behavior analysis (ABA) adalah salah satu bentuk intervensi dini yang bisa diberikan orangtua kepada anaknya. Tanpa intervensi dini ini, menurut Purboyo Solek, penyandang autis bisa mengalami kerusakan dari sisi sosial dan akademis. 

Prinsip ABA ialah memberi imbalan kepada anak jika ia melakukan sesuatu dengan benar. Imbalan itu bisa berbentuk pujian ringan sampai larangan. Saat ini, metode ABA sudah diterapkan di pusat terapi autis di kota-kota besar di Indonesia. Penyandang autisme disebut sembuh manakala mereka berhasil kembali ke lingkungan normal. Misalnya mengikuti pelajaran di sekolah reguler. 

Namun, bukan berarti penderita autis tak bisa berkarya. Dalam beberapa kasus, ditemukan adanya penyandang autisme savanis, yang memiliki daya ingat dan kemampuan berhitung luar biasa. Albert Einstein, Michaelangelo, dan Leonardo da Vinci masuk dalam kelompok ini. 

Dari Tanah Air, ada Jeff Isac Timotiwu, 9 tahun, yang meraih penghargaan International Poet of Merit 2000, dua tahun lalu. Jeff divonis autis sejak umur dua tahun. Namun, ia memiliki ingatan tajam atas kejadian yang berlangsung di sekitarnya. Ia, misalnya, mampu berbahasa Inggris karena sering melihat ibunya menonton televisi. 
Sumber: Gatra

Read more

Aturan Makan Si Kecil

0

Aturan Makan Si Kecil
MOTHER & BABY

ibujari.com - Untuk tumbuh kembang anak memerlukan makanan yang memilki nutrisi lengkap dan seimbang, baik kuantitas maupun kualitasnya. Sayang tidak selamanya anak mau menyentuh makanannya.

Berikut adalah aturan makan si kecil :

Bayi
Idealnya, setiap hari bayi mendapat ASI dari ibunya, karena ASI tetap merupakan makanan terbaik bagi bayi, terutama pada 4 bulan pertama kehidupannya.
Beberapa tahap pemberian makanan pada bayi adalah :
Usia 0-2 minggu; ASI peralihan (kolostrum) 
Usia 2 minggu - 4 bulan; ASI eksklusif 
Usia 4-6 bulan; ASI plus makanan lumat 
Usia 6-12 bulan; ASI plus makanan lembik 

Balita 
Pada prinsipnya makanan anak sama dengan makanan orang dewasa, sehingga harus memenuhi menu 4 sehat 5 sempurna secara seimbang. Perbedaannya dalam rasa (tidak pedas dan merangsang) dan bahan makanan dipilih yang mudah dikunyah dan digigit.

Usia 1-2 tahun merupakan periode peralihan, sehingga makanan anak bervariasi dari makanan saring, lembik sampai makanan biasa (nasi) disamping ASI atau susu sekitar 2 gelas per hari 

Usia 2-5 tahun (prasekolah) merupakan masa di mana anak sudah mampu makan makanan biasa, hanya bumbunya tidak pedas atau merangsang. Mereka termasuk konsumer pasif yang harus diperhatikan asupan makanannya, karena belum bisa memilih dan menilai kualitas makanan 
Sumber: ibujaricom

Read more

Aspek Gizi pada Anak Prasekolah dan Sekolah: Gizi Anak Prasekolah (4-6 tahun)

0

Aspek Gizi pada Anak Prasekolah dan Sekolah: Gizi Anak Prasekolah (4-6 tahun) 
Mother  

Anak adalah titipan Tuhan yang ahrus kita jaga dan rawat agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal serta dapat berkembang mandiri. salah satu cara untuk hal tersebut adalah asupan gizi yang adekuat serta seimbang dan harus terus menerus dirangsang agar tumbuh kreativitasnya. Peranan ibu pada pemberian asupan gizi anak sangatlah besar artinya. Untuk menjadi anak yang sehat, cerdas dan mandiri tidak hanya diberi gizi saja tapi haruslah dirawat dengan asah, asih dan asuh.

Setelah melewati masa bayi (0-1 tahun) maka dimulailah kehidupan yang penuh ekplorasi yaitu besarnya rasa keingintahuan si kecil terhadap lingkungan, apa yang dirasakan, apa yang dilihat, yang disebut masa "golden age" yaitu usia balita (1-5 tahun). Masa ini merupakan puncak dari perkembangan otak dan bersifat irreversible (tidak bisa diperbaiki lagi), berbeda dengan pertumbuhan otot yang bisa diperbaiki pada masa akan datang, sehingga diperlukan gizi yang kuat dan seimbang.

Khususnya untuk anak prasekolah (usia 4-6 tahun) kebutuhan gizi relatif berkurang, pertumbuhan melambat bila dibandingkan dengan masa bayi satu tahun ke bawah, dan aktivitasnya barunya. Tetapi mereka masih rawan terhadap penyakit gizi dan infeksi, sehingga kebutuhan gizi yang harus diperhatikan adalah masukan vitamin A dan zat besi. Yodium dan kalsium juga sangat diperlukan sekali.

Asupan kalori didapat dari karbohidrat yang merupakan sumber energi utama untuk seluruh kegiatan tubuh, untuk pembakaran sel-sel tubuh termasuk untuk berpikir. Sumber karbohidrat didapat dari nasi, roti, mi, jagung yang merupakan makanan pokok. Sumber energi yang kedua didapat makanan yang mengandung lemak, terutama adalah omega 3 dan omega 6 yang merupakan bahan pembungkus serabut-serabut saraf di dalam otak serta untuk ketajaman penglihatan. 

Omega 3 dan Omega 6 ini merupakan asam lemak essensial sehingga tidak dapat dibuat oleh tubuh dan harus didapat dari makanan. Beberapa contoh makanan yang mengandung Omega 3 adalah ikan, khusus ikan berlemak tinggi (salmon, mackarel, sarden, tuna, cakalang), kedele, dan ganggang laut. Contoh sumber bahan makanan yang mengandung omega 6 adalah minyak bunga matahari, kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan produk susu 
Sumber: ibujaricom

Read more

Awas Penculik!

0

Awas Penculik! 
Mother  


Kasus penculikan anak belakangan ini mulai marak. Motifnya pun beragam, dari sekedar kebutuhan ekonomi sampai balas dendam. Bagaimana kiat menghindarinya?

Hegel, bocah lelaki berusia 9 tahun yang diculik, sudah diketemukan. Bukan hanya orangtuanya yang bahagia. Setiap orangtua pun bersyukur karenanya. Namun, kasus penculikan anak di Karawang yang berujung tewasnya korban, atau penculikan-penculikan lain yang mungkin terjadi, masih membuat setiap orangtua juga gelisah. Memang, dalam 3 bulan terakhir ini, berita penculikan anak mendominasi media massa. Hal ini tentu saja menimbulkan keresahan para orangtua. Apalagi, motif penculikan saat ini sering tidak jelas, apakah berlatar pemerasan, sengketa keluarga, dendam atau karena si pelaku mempunyai masalah kejiwaan seperti phedopilia.

Menurut konsultan psikologi perkembangan, Michiko Mamesah,M.Psi., sikap waspada memang harus dipunyai orangtua, pengasuh dan orang dewasa lain yang bertugas untuk mengasuh anak. Mengingat motifnya yang beragam, ia menyarankan para orangtua untuk membekali anaknya dengan nilai-nilai dasar, seperti, tidak boleh menerima sesuatu dari orang asing, atau jangan mudah diajak pergi oleh orang dewasa yang tidak dikenalnya.

Namun, menurut psikolog yang juga dosen di Universitas Negeri Jakarta, sikap waspada ini bukan berarti anak harus selalu ditakuti-takuti dengan ancaman penculikan. Kalimat seperti, "Awas lho, nanti bunda panggil penculik, membuat si kecil akan selalu dihantui perasaan takut. Ia juga akan selalu bersikap curiga pada orang lain. Ini tentu saja akan menghambat proses sosialisasinya.

Anak yang 'terlatih' untuk bersikap curiga karena selalu dibekali dengan pesan yang mungkin 'menakutkan', seperti "Hati-hati, nanti diculik," biasanya akan tumbuh menjadi anak yang pendiam. Ia pun akan menjadi pribadi yang kaku, dan tidak mudah bergaul. Untuk itu, Michiko menegaskan, jangan membiarkan si kecil tumbuh dengan rasa takut diculik. 

Jangan Terlalu Ramah
Anak balita pada dasarnya adalah pribadi yang tidak punya prasangka buruk pada orang sekitarnya. Namun, menurut Michiko, anak juga tidak boleh dibiarkan terlalu ramah dengan orang lain, terutama orang dewasa. Untuk itu, orangtua atau pengasuh perlu membekalinya dengan rambu-rambu tertentu, misalnya, bila ada orang asing yang menyapa tetap harus dibalas, namun, tidak boleh menerima pemberiannya, kecuali minta ijin ibu atau ayah terlebih dulu. Ini melatihnya untuk bersikap sopan namun tetap waspada.

Anak yang ramah, memang menyenangkan siapa saja. Bahkan, karena terlalu 'enak' diajak ngobrol, tanpa sadar ia akan membeberkan semua hal tentang dirinya, misalnya, ayahnya siapa, rumahnya dimana, punya mobil apa, dan lain sebagainya. Pada kasus tertentu, informasi inilah yang membuat seseorang ingin menculik. Oleh karena itu, jangan biasakan anak untuk menceritakan hal yang mendetil tentang dirinya pada orang asing. Cukup bekali balita Anda dengan nama ayah dan ibu, alamat dan telepon rumah, serta tempat ia bersekolah.

Di beberapa negara barat, orangtua mulai menghindari mencantumkan identitas anak, misalnya nama, pada tempat yang mudah di lihat. Menyablon nama anak di kaos atau topi dengan huruf besar memang lucu, namun, itu hanya memudahkan penculik untuk membuka komunikasi dengan anak. Anak balita yang dipanggil namanya, biasanya akan langsung menengok, apalagi bila si penyapa adalah orang yang ramah dan menyenangkan. Selanjutnya, ia akan mudah berinteraksi dengan orang tersebut. Nah, penculikan dengan awal seperti inilah yang sering terjadi di tempat umum, seperti mal atau pasar. 

Hati-Hati dengan Orang Dekat
Pada beberapa kasus penculikan, pelaku adalah pengasuh, tetangga bahkan paman dari korban. Untuk kasus yang melibatkan orang-orang dekat ini, orangtua harus ekstra berhati-hati. Michiko menyarankan supaya Anda tahu dengan pasti identitas orang-orang yang bekerja di rumah. Bila perlu, mintalah rekomendasi dari pihak yang Anda percaya. Mengambil tenaga pengasuh dari lembaga atau yayasan yang pemiliknya telah Anda kenal dengan baik, dapat meminimalisir resiko daripada mengambilnya dari tukang sayur keliling misalnya.

Untuk menghadapi hal seperti ini, Anda juga perlu menanamkan aturan untuk 'minta ijin ibu/ayah dulu' pada anak, misalnya, "Kakak nggak boleh pergi sama si mbak kalau belum minta ijin bunda dulu ya." 
Memang, bagi orangtua yang keduanya bekerja, pengawasannya akan lebih longgar. Rajin menghubungi anak di rumah saat Anda di kantor, juga meminimalisir resiko. Namun, jangan lakukan dalam waktu yang sama setiap harinya, misalnya tiap 2 jam sekali. Lakukan dalam jeda waktu yang berbeda. Anak juga perlu dididik bersikap kritis, ini membuatnya secara tidak langsung akan bersikap waspada.

Memang, peristiwa penculikan adalah suatu musibah yang tidak dapat diprediksi kapan akan menimpa keluarga kita. Sikap waspada adalah jalan yang terbaik untuk menghindarinya. Namun, jangan sampai hal ini menghambat Anda dalam mengasuh dan mendidik anak. Michiko menegaskan, anak yang dilimpahi kasih sayang dari kedua orangtuanya, dan tumbuh dalam keluarga yang hangat, biasanya tidak mudah percaya pada orang lain selain ayah dan ibunya.

Mencegah Penculikan

Binalah relasi yang baik dengan semua orang, termasuk pembantu, supir, tukang sayur keliling, atau tukang ojeg yang sering mangkal di depan rumah.

Selektif dalam memilih orang yang akan bekerja di rumah Anda. Mintalah mereka menunjukan KTP asli dan surat keterangan dari Lurah tempat asal mereka. Hindari memperkerjakan orang tak dikenal yang tiba-tiba menawaran diri jadi pembantu atau supir.

Mintalah pengasuh atau orang dewasa lain yang selalu berada di dekat anak untuk bersikap waspada juga. Anda perlu memperkenalkan pada mereka semua anggota keluarga besar yang sering bertemu.

Tanamkan pada anak untuk selalu minta ijin pada ayah atau ibu bila akan diajak pergi seseorang, baik itu pengasuh maupun om dan tantenya.

Tanamkan pada anak untuk tidak mau menerima pemberian apapun dari orang yang tidak dikenalnya. 

Jangan biarkan balita Anda main sendirian di halaman rumah.

Usahakan untuk selalu mengantar jemput si kecil saat ia mulai masuk sekolah.

Minta pihak sekolah mencatat pengantar dan penjemput anak. Bila perlu mintalah kartu identitas khusus untuk mereka.
(nes). 
Sumber: Tabloid Ibu & Anak

Read more