Adsense Indonesia

Adik-Kakak Sekamar Berdua

0

Adik-Kakak Sekamar Berdua
MOTHER & BABY

Tidur sekamar dengan saudaranya membuat anak belajar berbagi, tapi pada umur tertentu mereka harus dipisahkan.Saat adik mulai besar, seringkali dia harus hijrah dari boksnya, atau dari kamar ayah-ibu, ke kamar sendiri. Tujuannya agar dapat space tidur lebih besar. Tapi bagaimana kalau jumlah kamar di rumah terbatas, hingga adik belum kebagian kamar sendiri dan harus tidur sekamar dengan kakak? Menurut Psikolog Perkembangan Rahmitha P. Soendjojo, bisa saja balita tidur sekamar bersama kakaknya yang juga balita. Tetapi sebaiknya ada kompromi dulu dengan pemiliki kamar sebelumnya.

''Orangtua sebaiknya memberi penjelasan pada pemilik kamar sebelumnya, misalnya kakak, bahwa adik akan tidur bersamanya sekamar.''

Selain itu, lanjut Rahmitha, beri Sang Kakak kesempatan mengungkapkan perasaannnya akan hal itu. "Penolakan biasanya terjadi apabila anak tidak diajak kompromi terlebih dahulu," ungkap psikolog dari RS Hermina Bekasi itu.

Mengenalkan Konsep Berbagi
Menurut Rahmitha, pembagian kamar balita juga harus pakai jalur kompromi, lho. Ini karena arti kamar bagi pemiliknya sangat spesial. Di usia balita banyak anak sudah ingin memiliki privasi sendiri. Kamar bisa diidentikan sebagai ruang pribadi mereka, privasi mereka. Untuk menghormati privasi ini, menempatkan orang lain = meski saudara sendiri - di kamar yang sama harus atas dasar persetujuan kedua belah pihak, pihak yang akan menempati dan yang ditempati. Sayangnya menurut Rahmitha, sebagai orangtua kita kerap merasa anak harus mengikuti keinginan kita. ''Padahal jangan lupa, anak juga mempunyai hak otoritas dalam setiap keputusan yang melibatkan dirinya.''

Rahmitha melanjutkan, sebaiknya berikan penjelasan kepada anak bahwa keputusan orangtua menempatkan anak sekamar berdua selain karena tujuan praktis - kekurangan kamar di rumah - juga memiliki nilai positif. Ini mengacu pada kebaikan anak juga. Berbagi kamar dengan saudara bisa membuat anak mengenal konsep berbagi. Konsep berbagi ini sangat penting diajarkan pada anak sedini mungkin, agar dia mengembangkan sikap empati dan tidak egois.

Psikolog yang juga konsultan di Yayasan Kesejahteraan Anak (YKAI) ini melanjutkan seperti kita ketahui, anak yang melewati usia empat tahun mulai berkurang sikap egoismenya. Tapi pada sebagian anak ada kalanya sikap ini masih kuat. Di sinilah peran orangtua mulai mengikis sikap egoismenya dengan mengajarkan anak berbagi dengan saudara.

Dengan berbagi kamar, secara tidak langsung anak akan mulai belajar menjaga teritorinya, baik teritori wilayah dan barang-barang miliknya. Berbagi kamar, sambungnya, bukan berarti dia kehilangan hak memiliki barang-barang miliknya. Tapi kini dia mulai bertanggung jawab menjaga barang-barang pribadinya lebih baik. ''Setelah kita beri penjelasan, coba dengarkan pendapat anak tentang rencana ini. Dengarkan juga keluhannya kalau ada. lalu carai titik temu.''

Bagi Mitha merupakan cara yang bijaksana untuk menghindari dampak psikologis pada anak dengan mendiskusikan rencana sekmar berdua sampai tuntas. Jangan sampai ada unek-unek, "Bila orangtua tidak melakukannya, bisa jadi ini menimbulkan dampak tidak baik. Anak
merasa tidak diperhatikan, merasa tersisih, bahkan merasa "terjajah" karena dipaksa berbagi kamar,''Rahmitha tersenyum.

Tips Berbagi Kamar

Berikut ini beberapa tips yang bisa Anda lakukan untuk membantu kakak atau adik menerima keputusan tidur sekamar;

Memahami keengganan anak. Daripada menghadapi keluhannya secara dogmatis - memberikan perintah tanpa kompromi - ada baiknya Anda membantu anak mengeluarkan perasaannya. Jelaskan padanya
wajar jika dia marah, tapi Anda terpaksa melakukan penggabungan kamar ini karena tidak ada pilihan lain. Yakinkan padanya sekamar bukan berarti semua barang-barang miliknya juga harus jadi milik adiknya.

Memasang pemisah. Jika memang anak tidak bisa memiliki kamar untuk dirinya sendiri, cobalah berbagi ruangan tersebut dengan jalan penyekatan, "pagar", kain, dll. Berikan pemisahan mana yang dimiliki kakak, mana adik. Kalau memungkinkan, Anda juga bisa membuat pemisah kamar.

Sesekali biarkan anak merasa memiliki kamarnya sendiri. Sewaktu-waktu biarkan kakak bermain sendirian di kamar, sementara adik diajak bermain di ruangan lain atau di luar rumah. Bila memang adik sudah mulai besar, biarkan secara bergantian mereka merasa "memiliki" kamar sendiri atau mengajak teman-temannya bermain di kamar.

Menekankan manfaatnya. Jelaskan pada anak, tidur sekamar berdua juga memberikan manfaat positif bagi mereka. Salah satunya, mereka tidak perlu merasa takut tidur sendirian, selalu ada teman untuk bermain, bercanda, atau ngobrol sebelum tidur, ada yang menermani kalau ingin minum atau pipis malam-malam, dan ada yang ikut menjaga kebersihan kamar.

Plus Minus Berbagi Kamar
Kakak adik tidur sekamar ada plus-minusnya. Menurut Pakar Psikologi Maureen R. Keefe, R.N., Ph.D., untuk anak-anak yang usianya tidak berbeda jauh, berbagi kamar bisa merupakan hal mengasyikkan bagi keduanya - juga menyenangkan bagi orangtua secara ekonomis.

Meski begitu, orangtua sebaiknya melihat terlebih dahulu karakteristik tidur anak. Karena bila pola tidur mereka berlainan, bisa timbul kesulitan. Misal, salah satu mempunyai penyakit kronis, kebutuhan tertentu, atau sulit tidur, tentu bisa mengganggu yang lain.

Untuk anak kembar berbagi kamar merupakan ide baik karena akan memfasilitasi mereka beradaptasi dari kebersamaan dalam kandungan dan di luar kandungan. Dari berbagi tempat yang sempit di dalam rahim ke dunia yang memungkinkan mereka saling melihat kehidupan masing -masing. Ini akan membuat mereka merasa nyaman.

Namun saat anak-anak mulai remaja, tulis Keefe, tentu kebutuhan anak akan berbeda, terutama kebutuhan privasi mereka. Saat itulah Maureen menyarankan untuk mulai memberikan tempat lebih luas bagi privasi mereka, salah satu wujudnya adalah kamar terpisah.

Pisahkan Si Buyung dan Upik
Di Indonesia, apalagi dalam sudut pandang agama, kerap orangtua risau bila harus menyatukan anak perempuannya sekamar dengan anak laki-laki. Perbedaan gender adalah alasan paling utama dalam pertimbangan orangtua. Menurut Psikolog Rahmitha P. Soendjojo, waktu yang paling baik untuk memisah kamar antara anak laki-laki dengan anak perempuan adalah saat mereka masuk usia akil baliq.

Namun Mitha menyarankan orangtua mulai memberikan pendidikan seks - perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan - pada anak sedini mungkin. Selain itu latih juga mereka lebih menjaga diri, meski masih balita. Misal, saat berganti pakaian, lakukan itu tidak di hadapan saudaranya, fgunakan pakian tidur yang tertutup, simpan rapi benda-benda paling pribadi seperti pakaian dalam, dll.b Rahmi

Sumber: Tabloid Ibu & Anak

0 comments:

Posting Komentar

Bila tak pegal di tangan
silahkan tulis sebuah komentar!
Yang Bisa Membuat Blog ini Lebih Bagus Ya :)
harap maklum masih newbie

Dan jika ada yang mau memaki-maki saya harap dengan sopan dan santun?