Adsense Indonesia

Adil Memperkenalkan Peran Ayah-Ibu

0

Adil Memperkenalkan Peran Ayah-Ibu
MOTHER & BABY

Perkenalkan peran gender pada batita. Jangan lupa tanamkan ayah-ibu (baca:laki-laki dan perempuan) memiliki kedudukan setara.

Seorang ibu di Yogyakarta menceritakan pengalaman anaknya saat diminta menggambar profil kedua orangtuanya. Sesuai permintaan sang guru di pre-school, anak menggambar ayah dan ibunya berdampingan. Ketika gambar tersebut diperiksa, gurunya heran, "Lho, ini mana yang ayah, mana yang ibu?" Ternyata anak menggambar sosok ibunya menggunakan celana panjang dan berambut pendek, seperti ayah. Padahal persepsi guru mengharapkan sosok ibu digambar dengan segala "ciri khas perempuan", misal, memakai rok, berambut panjang, dan bekerja di dapur. "Sekolah boleh dibilang tak adil dalam menjelaskan peran ayah dan ibu," jelas Mustaghfirin, Psikolog dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Bahkan menurutnya, sebuah penelitian pernah menunjukan buku-buku pelajaran sekolah secara tak langsung mengajarkan peran yang tak mendukung kesetaraan dan keadilan gender. Misal, dalam buku pelajaran membaca selalu ada kata-kata, ''Ini bapak. Bapak pergi bekerja. Ini ibu. Ibu memasak di dapur.''

Ayah Pergi ke Pasar juga, lho!

Gender adalah peran yang diberikan oleh masyarakat kepada setiap jenis kelamin. Gender ditanamkan atau disosialisasikan dari generasi ke generasi melalui sistem pendidikan. Nah, dalam pendidikan di keluarga maupun sekolah, kerap telah terjadi "identifikasi" bahwa yang disebut ibu selalu menggunakan rok dan bekerja di dapur. Sedang ayah selalu berambut pendek dan bekerja di kantor.

Dalam buku, misalnya, tertulis, "Ibu pergi ke pasar", "Bapak pergi ke kantor". Padahal bukankah banyak juga ibu pergi ke kantor? Inilah yang akan menimbulkan kerancuan antara pelajaran di sekolah dengan kenyataan. Karena itu, "Sebagai orangtua jadilah model bagi anak. Misal, ayah tak perlu segan masak di dapur. Ibu juga tak perlu ragu membetulkan kran," ujar Mustagfirin.

Dalam perjalanan usianya mungkin akan muncul pertanyaan dari anak tentang "mengapa ayahnya memasak dan pergi ke pasar, sementara ayah kawannya tidak?''. Adalah tugas orangtua menjelaskan dengan jernih sesungguhnya laki-laki dan perempuan itu punya kemampuan sama,
misal lewat kalimat, "Nak, sayang kan, kalau kepandaian ayah memasak tak dimanfaatkan semaksimal mungkin?".

Yuk, Tanamkan Sikap Egaliter

Seiring perkembangan jaman, ada baiknya mulai menanamkan sikap egaliter atau kesetaraan - duduk sama tinggi berdiri sama rendah - pada anak. Caranya dengan memberikan penjelasan padanya sedini mungkin tentang perbedaan jenis kelamin yang sifatnya kodrati, tanpa dilihat dari pembagian tugasnya dalam kehidupan sehari-hari. Guna menghadapi tantangan ini, ambilah beberapa langkah khusus berikut:

Memberi contoh kesetaraan.
Milikilah hubungan suami-isteri yang setara dan sederajat, yang diselubungi dengan rasa cinta dan saling menghormati satu sama lain, sehingga anak mendapat contoh langsung kesetaraan hubungan ayah dan ibunya (baca: laki-laki dan perempuan). Hindari hubungan suami-isteri yang mengandung sifat dominasi, menjajah, atau yang satu menguasai yang lain.

Pembagian tugas bukan berdasarkan jenis kelamin
Bila dalam keluarga telah ada pembagian tugas yang disepakati antara ayah dan ibu, jangan mengaitkan hal tersebut dengan kodrat. Misal, kalau ibu hanya tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga, jangan katakan "karena ibu seorang perempuan", tetapi katakan "karena ibu lebih senang dan memilih di rumah saja". Sebaliknya jika ibu bekerja di kantor, katakan "karena ibu memiliki ilmu yang ingin disumbangkan lewat profesinya" atau "karena ibu ingin mencari uang", dll.

Membina sikap mengasuh.
Anak-anak yang berkembang dalam suasana dimana dia melihat baik laki-laki (ayah) maupun perempuan (ibu) sama-sama bisa mengasuh, akan mempunyai kesempatan lebih besar berkembang
menjadi pasangan yang menghargai kesetaraan, sekaligus orangtua yang penuh kasih.

Siapa Bilang laki-Laki tak boleh Menangis?
Dukung anak laki-laki Anda untuk mengungkapkan perasaannya daripada selalu memintanya bersikap tegar. "Secara psikologis, menangis menunjukkan bahwa seseorang masih mampu memfungsikan kemampuan emosionalnya seacra adaptif. Kenyataannya, setiap orang entah laki-laki atau perempuan memang membutuhkan pelarian jika mengalami kesedihan," ungkap Mustagfirin.

Pujilah keberanian dan kekuatan

Baik kepada anak laki-laki maupun perempuan, pujilah mereka jika berhasil mencapai puncak dari mainan panjat, menangkap bola, atau naik otopet. Jangan ragu bermain agak kasar dengan anak perempuan sejauh dia menikmati. Begitupun dengan anak laki-laki, jangan memaksa permainan kasar jika dia tidak suka.

Jangan memilah mainan berdasarkan tabu gender.
Tidak ada mainan yang dianggap tidak cocok berdasarkan stereotip seksual tradisional - anak perempuan main boneka dan masak-masakan, anak laki-laki main bola dan mobil-mobilan. Salah satu cara adil memberikan pendidikan pada anak perempuan dan laki-laki adalah sejak dini mengenalkan berbagai macam mainan yang selama ini dipisahkan. Berilah keduanya mobil-mobilan, boneka, main masak-masakan, dan main bola. Seluruh jenis permainan bermanfaat bagi mereka.

Mencari kesetaraan dalam buku-buku.

Cobalah mencari buku cerita dimana baik anak laki-laki maupun perempuan berperan sebagai dokter, insinyur, ahli ilmu, guru, wartawan atau pekerja bangunan. selain itu buku dimana ayah-ibu berperan secara penuh dalam tugas menjadi orangtua dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tetapi jangan terlalu ketat juga memilih buku demi menghilangkan stereotip seksual ini, karena jika demikian, anak akan kehilangan kesempatan membaca literatur kelas dunia yang bagus.

Membuka pilihan bagi anak.
Bantulah anak mengembangkan perasaan "tidak ada hal yang tidak dapat dia lakukan". Setiap orang dapat memenuhi panggilan impiannya, dan faktor jenis kelamin sama sekali bukan rintangan.

Tantangan orangtua tunggal

Untuk single parent, memang agak sulit memerankan peran ayah dan ibu sekaligus. Tapi cobalah menemukan model peran laki-laki/perempuan yang sesungguhnya, yang hidup, mengasuh dan mengasihi, untuk meluangkan waktu bersama si kecil. (Rahmi Hastari)

Sumber: Tabloid Ibu & Anak

0 comments:

Posting Komentar

Bila tak pegal di tangan
silahkan tulis sebuah komentar!
Yang Bisa Membuat Blog ini Lebih Bagus Ya :)
harap maklum masih newbie

Dan jika ada yang mau memaki-maki saya harap dengan sopan dan santun?