Adsense Indonesia

Anemia Hambat Perkembangan Otak

0

Anemia Hambat Perkembangan Otak
MOTHER & BABY

Dampak anemia bisa lebih buruk dari yang kita duga. Padahal pencegahannya mudah.

Si kecil sulit konsentrasi? Bisa saja, ia bosan dengan pelajaran di sekolah. Namun problem utamanya mungkin anemia.

Kekurangan zat besi (Fe) dalam tubuh merupakan penyebab utama anemia. Sekitar 50-80% anak mengalami anemia. Dampaknya tak cuma rewel, lesu, atau sulit konsentrasi. Perkembangan otak pun bisa terhambat. Dalam banyak kasus, kekurangan zat gizi lain dalam tahap sub-klinis -yang tidak menghasilkan gejala-gejala tertentu- tidak akan berakibat serius, kecuali dibiarkan terus berkembang. Namun dalam kasus zat besi, kekurangan di tahap ini pun memberi efek nyata terhadap perilaku dan perkembangan anak, bahkan jika tak diiringi gejala-gejala lainnya.

Zat besi salah satu unsur terpenting dalam makanan bayi dan anak, dan terdapat pada makanan yang mengandung mineral atau protein tinggi, terutama pada bahan makanan hewani seperti ikan, unggas, dan daging. Zat besi juga komponen penting dalam hemoglobin dalam sel darah merah, mioglobin (zat warna merah daging), dan proses-proses yang berkaitan dengan pernafasan sel.

Kebutuhan zat besi pada bayi dan anak hanya sekitar 1 mg saja. Namun, kebutuhan ini bisa terganggu karena tidak semua zat besi dalam makanan dapat diserap tubuh. Besi jenis haem pada makanan hewani lebih mudah diserap (10-20%), dibanding besi non-haem pada makanan nabati (1-5%).

Kebutuhan Zat Besi Pada Bayi

Bayi normal yang baru lahir punya cadangan zat besi sebesar 250-300 mg. Namun sebelum beranjak dewasa, jumlah cadangan zat besi yang diperlukannya harus menjadi 4-5 gram, kalau tidak ingin kekurangan zat besi. Pada periode pertumbuhan yang sangat cepat, seperti masa bayi, kebutuhan zat besi menjadi sangat tinggi akibat pertumbuhan jaringan yang cepat.

Menurut Prof. DR. Dr. Solichin Pudjiadi, DSAK., dalam bukunya Ilmu Gizi Klinis pada Anak, ASI maupun susu sapi tidak mengandung cukup zat besi untuk memenuhi kebutuhan bayi tersebut. Namun, bayi yang mendapat ASI tak cepat kekurangan zat besi, karena 48% kadar besi dalam ASI bisa diserap bayi. Bayi yang tak mendapatkan ASI hanya akan mendapat 5-10% zat besi dari bahan makanan lainnya. Jumlah ini tidak mencukupi kebutuhan zat besi dalam tubuh bayi yang tengah berkembang pesat.


Gangguan Otak
Kekurangan zat besi menyebabkan berkurangnya kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah merah, sehingga bayi atau anak akan mengalami anemia zat besi. Di negara-negara berkembang, anemia zat besi sangat sering dijumpai pada anak maupun wanita. Bahkan menjadi salah satu dari 4 penyakit gangguan gizi utama di Indonesia. Diperkirakan, 50-80% anak Asia kekurangan zat besi. Bahkan di negara Barat yang maju, kekurangan zat besi bisa mencapai 20% pada anak dan orang dewasa.

"Bila sel darah merah kekurangan zat besi, kemampuan hemoglobin untuk mengangkut oksigen berkurang, sehingga mengganggu metabolisme tubuh," jelas Dr. Syarif Rohimi, Sp.A. dari Klinik Anakku, Bekasi. Anemia zat besi menimbulkan dampak merugikan. Meski kadar hemoglobin tubuh belum menurun, kekurangan zat besi bisa mengubah metabolisme sel dan fungsi jaringan dengan menurunnya kadar enzim-enzim yang membutuhkan zat besi untuk aktivitasnya.

Kekurangan zat besi menurunkan jumlah oksigen untuk jaringan otot dan menyebabkan kekurangan tenaga. Zat besi juga diperlukan untuk menghasilkan energi dari makanan, sehingga jika jumlahnya kurang dapat menyebabkan kelelahan dan kurang energi.

Penelitian pada anak usia 6-18 bulan menunjukkan, anemia zat besi pada masa bayi bisa menjadi salah satu sebab gangguan fungsi otak permanen. Kekurangan zat besi pada masa ini harus menjadi perhatian serius karena dapat mempengaruhi kecerdasan dan perkembangan psikomotorik. "Penelitian yang membandingkan anak-anak yang kurang zat besi dengan yang zat besinya normal menunjukkan, ada gangguan nyata pada anak yang kekurangan zat besi," kata Prof. Geoff Cleghorn, Univesity of Queensland, Australia. Juga ada bukti bahwa gangguan intelektual dan psikomotorik akibat kekurangan zat besi tidak selalu dapat balik kembali meski tingkat zat besinya diperbaiki.

Kekurangan zat besi dapat mengurangi fungsi sistem kekebalan tubuh dan dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan. Pada sebagian kasus, anak yang kekurangan zat besi akan makan tanah liat, lempung, atau makanan lain yang aneh (yang dikenal sebagai pica).

Gejala Anemia Besi

Menurut Syarif, tingkat anemia bermacam-macam, dari ringan sampai berat. "Anemia zat besi yang ringan dan sedang biasanya menimbulkan gejala pucat, lesu, lelah, dan pusing. Untuk anak usia sekolah, anak menjadi kurang mampu belajar dan kurang berprestasi." Sedangkan anemia tingkat berat, akan mengganggu fungsi jantung dan menimbulkan gejala sesak nafas, berdebar-debar, bengkak di kedua kaki, hingga gagal jantung.

Bila gejala anemia berlangsung dalam jangka waktu relatif lama dapat mengakibatkan berbagai gangguan organ dan sistem pada tubuh anak. Misal, gangguan pertumbuhan organ, yang membuat tubuh anak tampak kecil dibanding usianya. Lalu gangguan kulit dan selaput lendir, gangguan sistem pencernaan karena berkurangnya asam lambung sehingga selaput tipis di ususnya jadi kecil-kecil atau tak berkembang (atrofi mukosa lambung), gangguan otot gerak sehingga anak cepat lelah dan lesu, gangguan sistem kekebalan tubuh sehingga anak mudah sakit, dan gangguan jantung, yakni berkurangnya kemampuan jantung untuk memompa darah. Terakhir gangguan fungsi kognitif, antara lain kurang mampu belajar dan kemampuan intelektualnya kurang.

Bahkan, jika defisiensi zat besi berlangsung lama, misal, terjadi sejak usia bayi dan tak dilakukan koreksi sampai anak usia 2 tahun, bisa menyebabkan gangguan mental. "Bila anak sampai mengalami gangguan mental, sifatnya akan menetap atau tak bisa diubah, meski anemianya sudah teratasi," papar Syarif.

Tiga Tahap

Pada stadium dini atau satu, jelas Syarif, bila anak kekurangan zat besi, maka cadangan zat besi di tubuhnya akan dipakai. Karena cadangan zat besinya dipakai, lama-lama zat besinya habis. Tapi anak belum menunjukkan gejala semisal pucat. Karena masih ada cadangan zat besi dalam darah, yaitu serum iron dan transferin. Inilah yang dipakai. Pada kondisi ini disebut stadium dua. Stadium tiga baru timbul gejala anemia seperti kadar HB-nya turun dan dalam pemeriksaan darah akan timbul gambaran sel darah merah lebih kecil dan pucat daripada yang normal.

Lama berlangsungnya dari stadium satu ke berikutnya tergantung derajat ringan-berat kekurangan zat besinya. Misal, bayi yang lahir prematur dari ibu yang kekurangan zat besi dalam darahnya, relatif berisiko kekurangan zat besi dibanding bayi normal. "Bisa dibilang, bayi ini lebih cepat kekurangan zat besi karena bayi prematur belum mampu menimbun zat besi dalam tubuhnya. Selain itu, ia juga butuh banyak zat besi untuk mengejar kebutuhannya. Belum lagi kalau ada infeksi, misal. Jadi, banyak faktornya."

Lakukan Pengobatan

Pengobatan anemia tergantung berat-ringannya. Untuk yang ringan, terang Syarif, bisa dilakukan dengan pemberian suplementasi atau preparat besi yaitu sulfas ferosus. Pemberiannya berlangsung sampai kadar hemoglobinnya kembali normal. Namun bila sudah mengganggu seperti anak pucat sekali dan kadar HB-nya turun sampai menimbulkan gangguan jantung, misal, harus dilakukan transfusi darah.

Tentu saja, penyebab kekurangan zat besinya pun harus dicari. Apakah karena pertumbuhan yang cepat, penyakit infeksi, pola makan tak tepat, atau lainnya. Bila sudah diketahui, maka penyebabnya itulah yang diatasi. Misal, akibat penyakit infeksi, maka penyakitnya diobati. Bila karena pola makan, maka pola makannya harus diperbaiki. Bila tak dicari penyebabnya dan anak hanya diberi obat-obatan, tentu anemianya akan kembali berulang.

Sebetulnya, kata Syarif, anemia termasuk penyakit ringan dan disembuhkan. Hanya saja, karena tak dideteksi dini dan tak dikoreksi bisa berdampak besar bagi tumbuh kembang anak. Padahal, sejak bayi lahir, anemia sudah bisa dideteksi. Soalnya, pada hari pertama atau ketiga setelah kelahiran, biasanya dilakukan pemeriksaan darah untuk dilihat kadar hemoglobin, bilirubin, dan golongan darahnya.

"Selain itu, juga bisa diprediksi dengan melihat faktor ibunya, apakah si ibu menderita anemia, kekurangan gizi hingga mempengaruhi pemberian nutrisi pada bayinya, perdarahan waktu persalinan, atau melahirkan anak kurang bulan. Bila demikian tentu anak yang dilahirkan akan berisiko untuk anemia." Pencegahan anemia sendiri perlu dilakukan secara holistik, dalam arti menyeluruh. Orangtua dan dokter harus memonitor secara rutin tiap bulannya dengan melihat berat badan dan tinggi badan anak, melakukan imunisasi, serta melihat kondisi kesehatan anak secara umum.

5 Penyebab Kekurangan Zat Besi

Pertumbuhan anak yang cepat sekali
Pada tahun-tahun pertama kehidupan, pertumbuhan anak terjadi cepat sekali. Normalnya, kenaikan berat badan rata-rata pada usia bayi setiap bulannya adalah 1 kg. Namun, ada juga bayi yang tumbuhnya cepat sekali, misal, usia 3 bulan berat badannya sudah 8 kg.
"Pertumbuhan anak yang cepat sebetulnya baik. Diharapkan tumbuh kembangnya juga bagus. Hanya saja hati-hati, apakah si anak kurang zat besi atau tidak. Jadi, harus dideteksi dan diantisipasi. Sebab, pertumbuhan anak yang terjadi dengan cepat, memerlukan zat besi yang lebih banyak," jelas Syarif.


Pola makan kurang tepat
Misal, bayi usia 7 bulan hanya mengkonsumsi ASI. Padahal, waktu bayi lahir, sumber zat besi yang ada di organ hatinya hanya cukup sampai usia 4-6 bulan. Jadi, setelah usia 6 bulan, bayi harus diberi makanan tambahan yang mengandung cukup zat besi.

Itu sebab, pemberian AS Eksklusif pun cuma 6 bulan. Untuk bayi yang oleh suatu sebab tak mendapat ASI Eksklusif, pemberian makanan tambahan dimulai usia 4 bulan. Selanjutnya bayi harus dikenalkan makanan tambahan semisal bubur susu dan buah-buahan. Lalu bubur nasi yang dilanjutkan nasi tim. Setelah satu tahun, makanannya seperti makanan orang dewasa. Makanan tersebut harus bergizi seimbang, beragam, dan bervariasi.

Ada penyakit infeksi
Misal, anak terkena penyakit saluran nafas. "Kuman pada anak yang menderita penyakit infeksi akan menggunakan zat besi di dalam tubuh anak untuk tumbuh dan berkembang biak. Inilah yang menyebabkan anak mudah menderita anemia defisiensi zat besi," terang Syarif.

Gangguan penyerapan zat besi
Penyerapan zat besi terjadi di usus. Gangguan penyerapan zat besi bisa terjadi lantaran ada penyakit di selaput lendir usus yang lama-lama menimbulkan diare, atau ada zat yang mengganggu penyerapan zat besi. Otomatis hal ini menyebabkan difisiensi zat besi.

Ada perdarahan di saluran cerna
Ini bisa terjadi bila ada penyakit kelainan usus ataupun penyakit infeksi cacing tambang atau parasit lainnya. Biasanya pada daerah tertentu di mana anak bermain kotor-kotor, cacing tambang bisa masuk lewat kakinya dan menyebabkan anak mengeluarkan darah saat buang air besar.

Tak Semua Zat Besi Sama

Meski buat Popeye bayam adalah makanan ajaib, namun sebenarnya zat besi dalam bayam tidak sebaik yang orang kira, karena kebanyakan tidak bisa diserap oleh tubuh. Ada dua jenis zat besi dalam makanan: zat besi haem dan non haem. Zat besi haem ditemukan dalam makanan hewani seperti daging, ikan, telur, dan daging ayam. Zat besi non-haem ditemukan dalam makanan nabati seperti roti, sereal, sayuran, kacang-kacangan, serta suplemen zat besi.

Zat besi haem jauh lebih mudah diserap tubuh, karena penyerapannya 10 kali lipat lebih mudah dibanding zat ebsi dari sumber non-haem. Jadi meskipun makanan seperti bayam dan kacang mempunyai kandungan zat besi yang tinggi, jumlah zat besi yang diserap tubuh jauh lebih rendah dibanding dari daging. Daging warna merah yang rendah lemak merupakan sumber terbaik zat besi.

Mencegah Kekurangan Zat Besi

Pastikan makanan mengandung cukup zat besi, khususnya zat besi haem. Makanan yang tinggi zat besi haem sebaiknya dikonsumsi sekurangnya 4x seminggu

Pastikan sereal atau susu formula yang dikonsumsi setelah si kecil mulai makan makanan padat diperkaya zat besi

Hindari mengkonsumsi makanan yang dapat menghalangi penyerapan zat besi non-haem, misalnya kopi, teh, dan banyak serat

Tingkatkan penyerapan zat besi non-haem dari bahan pangan nabati dengan menambahkan sejumlah kecil zat besi haem seperti daging, ikan, atau ayam. Ini dapat meningkatkan penyerapan zat besi dari sayuran sebanyak 4x lipat

Makanan dan minuman yang tinggi vitamin C seperti buah atau jus jeruk dapat meningkatkan penyerapan zat besi non-haem. Minum segelas jus jeruk dengan sereal sarapan pagi atau tambahkan seiris jeruk lemon pada segelas teh

Kalau si kecil vegetarian, mintalah ahli gizi mengitung status zat besi dari makanannya. Supkementasi zat besi mungkin diperlukan.TG

Sumber: Tabloid Ibu & Anak

0 comments:

Posting Komentar

Bila tak pegal di tangan
silahkan tulis sebuah komentar!
Yang Bisa Membuat Blog ini Lebih Bagus Ya :)
harap maklum masih newbie

Dan jika ada yang mau memaki-maki saya harap dengan sopan dan santun?