Anak Tinggal Kelas, Memang Bukan Hal Menyenangkan!
MOTHER & BABY
MOTHER & BABY
Anak tidak naik kelas, kiamatkah? Tidak! Memang tidak menyenangkan, namun Anda perlu melakukan tindakan bijak dan realistis agar konsep diri anak tak berubah negatif.
"Agung tidak naik kelas Bu," ujar wali kelas Agung pada Karina (33 tahun). Karina tak kaget mendengarnya. Ia sudah merasa Agung tak akan naik kelas. Sebenarnya, Agung tidak bodoh, hanya saja entah kenapa di kelas tiga ini, putra ciliknya malas belajar. Ia sendiri dan suami, empat bulan terakhir ini, sedang sibuk-sibuknya menggarap proyek. Perhatian mereka pada Agung memang banyak tersita. Tapi bagaimana mengatakan pada Agung bahwa ia tak naik kelas? Karina cemas. Ia khawatir Agung shock.
Anak tak naik kelas, respon Anda tentu kecewa bahkan mungkin marah. Bagaimana perasaan si kecil? Lebih-lebih anak yang mengalaminya. Di tengah-tengah teman-teman sekelasnya merayakan kegembiraan naik kelas, ia mengalami kesedihan sendirian. Belum lagi jika diejek teman. Maklumlah, anak-anak belum tentu mampu memperlihatkan empati. Nah, bayangkan jika Anda pun mengungkapkan kekecewaan dan kemarahan padanya.
Tinggal kelas, lalu mengulang lagi di kelas yang sama bukanlah hal yang menyenangkan orangtua, apalagi buat anak sendiri. Menurut psikolog perkembangan anak, Dra. Michiko Mamesah, konsultan psikologi Universitas Negeri Jakarta, kebanyakan anak yang tidak naik kelas akan menjadi rendah diri dan tidak percaya diri sehingga sering memiliki konsep negatif dalam berpikir. "Mereka akan merasa tidak bisa dan gagal bahkan untuk waktu-waktu setelahnya. Padahal semua bisa diperbaiki, kan?", ujarnya.
Telusuri Penyebabnya
Mengapa anak tinggal kelas? Itulah, menurut Michiko, yang perlu dipertanyakan setiap orangtua. Setelah diketahui sebabnya, ayah-ibu bisa bersikap bijaksana dan berpikir lebih realistis. Tinggal kelas bisa disebabkan karena anak memang cenderung kurang pintar, tidak rajin, atau tekun. Atau mungkin juga karena sangat rendah kemampuannya, misal karena punya masalah belajar atau attention deficit disorder. Jika masalahnya demikian, kata Michiko, sebaiknya ayah-ibu dengan lapang dada mau menerima anak dan memindahkan anak ke sekolah khusus.
Penyebab tinggal kelas tak selalu karena faktor anak itu sendiri. Seperti Karina dan suaminya misalnya, yang mengakui kalau di bulan-bulan terakhir ini sibuk dengan proyek mereka, bisa saja orangtua lain pun demikian. Karena kesibukan, orangtua luput memperhatikan buah hatinya. Atau mungkin juga kondisi rumah kurang menunjang sehingga orangtua kurang mengontrol anak belajar. "Padahal, di usia sekolah, anak tidak bisa dilepas belajar sendiri. Walaupun orangtua sibuk, mereka harus mengontrol dan bertanya apa kesulitan anak, sehingga mereka merasa terpacu secara moril," tegas Michiko.
Penyebab ketiga anak tinggal kelas, mungkin lingkungan sekolah kurang menunjang proses belajar anak. Misalnya saja, kecerdasan si kecil rata-rata, namun Anda menyekolahkannya di sekolah unggulan atau favorit yang umumnya ketat dalam soal pencapaian target. Nah, jika anak kecerdasan rata-rata ini tak ditunjang dengan sikap belajar yang baik, tentu anak bisa kewalahan menghadapi kompetisi di sekolahnya.
Bangkitkan Motivasi Anak
Apapun alasannya, tidak naik kelas bisa berdampak psikologis pada anak. Karena itu, tegas Michiko, harus ditangani dengan cepat. Di antaranya adalah bekerjasama dengan guru bagaimana menangani siswanya yang tinggal kelas. Segeralah, ayah-ibu bertemu guru atau mencari tahu guru anak kelak di kelas lama dan membicarakan bagaimana mendekati si kecil.
Untuk ayah-ibu sendiri, Michiko menyarankan agar Anda segera berupaya menaikkan rasa percaya diri anak. Misalnya dengan mensupportnya, "Meskipun tidak naik kelas bukan berarti kamu bodoh. Kamu tak perlu malu, bukan kamu sendiri kan yang tidak naik kelas." atau "Duduk di kelas yang sama bisa membuatmu lebih menguasai pelajaranmu. Ayah dan ibu akan membantumu supaya kamu jadi yang terbaik, oke?"
Ajarkan Menerima Kenyataan
Anak, kata Michiko, juga harus diajarkan menerima kenyataan atas kekalahannya mengapa ia harus tinggal kelas. Dengan anak menyadari kesalahannya, orangtua akan lebih mudah memotivasinya. Namun, agar anak benar-benar menerima kenyataan, ayah-ibu perlu bersikap arif, misalnya, tidak membanding-bandingkan dengan kakak atau adiknya, atau dengan teman sebayanya. Membandingkan sama artinya dengan memojokkan yang dapat membuat konsep diri anak menjadi negatif, membuat anak terpukul, merasa tidak berguna, bahkan semakin malas belajar. "Bahkan mungkin, akibatnya, di kelas barunya yang sama, ia bisa menjadi trouble maker karena merasa orang lama," ujar Michiko.
Dukungan Seluruh Keluarga
Cara terbaik menangani anak tidak naik kelas menurut Michiko, anggota keluarga dikumpulkan dan diberitahu kalau ada anggota keluarga lain yang tidak naik kelas. Tetapi tegaskan bahwa tidak naik kelas ini, bukanlah aib keluarga. Karena itu, anggota keluarga yang lain hendaknya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Tetapi harus bersama-sama merangkul anak dan memotivasinya agar tekun belajar. "Dengan demikian, anak tidak merasa tersisih, terpojokkan hingga terisolasi dari pergaulan," jelas Michiko.
Nah, si kecil tinggal kelas? Dunia tidak kiamat Bu, Yah.
Sumber: Tabloid Ibu & Anak
0 comments:
Posting Komentar
Bila tak pegal di tangan
silahkan tulis sebuah komentar!
Yang Bisa Membuat Blog ini Lebih Bagus Ya :)
harap maklum masih newbie
Dan jika ada yang mau memaki-maki saya harap dengan sopan dan santun?