Adsense Indonesia

Anakku Keranjingan Komik!

0

Anakku Keranjingan Komik!
Mother

Komik bisa menarik minat anak untuk gemar membaca. Tapi kalau sampai keranjingan, orangtua mesti berlaku 'tega'.

Ambar kesal dengan kelakuan putranya, Heru (9 tahun). Si buyung ini tampaknya mulai keranjingan buku komik. Sepulang sekolah, bocah berambut ikal itu langsung menengelamkan diri dalam buku komik Kapten Tsubasa. Padahal siswa kelas 3 SD ini sebentar lagi mau ulangan.
"Heru, ayo belajar Nak. Jangan baca komik terus, nanti ulanganmu jelek," Ambar mengingatkan. "Pokoknya, kalau nilaimu jelek, kamu nggak boleh baca komik lagi!" ancam Ambar. Tapi peringatan mamanya seperti angin lalu saja. Heru tetap santai dan asyik membaca komik favoritnya.

Banyak orang suka komik. Banyak gambar, sedikit tulisan. Ukuran hurufnya lumayan besar lagi. Bahasanya sederhana dan mudah dicerna. Tak heran, banyak orangtua mengenalkan komik pada anak-anak sebagai alat untuk mendorong minat baca mereka.

Menurut DR. Andririni, psikolog di Konsultan Psikologi Andri Sasmita, Jakarta, membaca komik tak mengenal batasan usia. Anak yang belum bisa membaca pun sudah boleh 'membaca' komik. "Walau tak mengerti isinya, tapi karena anak-anak bisa melihat gambar, dari gambar itu pesan bisa masuk ke mereka."

Hanya saja, karena saat ini banyak sekali tema komik, baik dari dalam maupun luar negeri, orangtua sebaiknya menyeleksi mana komik yang pantas buat anak dan mana yang tidak. "Tujuannya agar orangtua tahu isi komik itu. Jangan sampai isi komik membuat anak menjadi terganggu perkembangannya, karena bisa saja isi komik itu untuk orang dewasa." Sebab sebenarnya di luar negeri sendiri komik memang bukan untuk konsumsi anak-anak.

Komik-komik impor yang beredar di Indonesia, misalnya, sebenarnya bukan untuk anak-anak, melainkan untuk orang dewasa. Sayangnya, di sini belum ada peraturan yang jelas mengenai kelompok usia yang diperbolehkan membaca komik tertentu. Akibatnya anak-anak pun bisa membaca komik yang sebenarnya untuk remaja atau orang dewasa, seperti Crayon Shinchan.

Hanya Merangsang Fantasi
Anak usia SD suka baca komik, sebenarnya sah-sah saja. Tapi menurut Andririni, sebaiknya mereka sudah diajari untuk mencintai buku yang sarat dengan tulisan. "Tujuannya, supaya nanti mereka tak malas membaca buku yang tebal tanpa gambar." Di usia ini buku komik hanya sebagai bacaan refreshing saja. Sebab jika anak usia sekolah tetap lebih banyak membaca buku komik, khawatirnya mereka akan malas membaca buku yang banyak tulisannya. Padahal banyak buku bagus yang bisa menambah pengetahuan anak, baik yang berupa buku dengan banyak tulisan, atau tulisan yang diramu dengan gambar menarik.

Andririni mengatakan, buku komik seperti Dragon Ball, Digimon, Dora Emon, Sailormoon, dan yang lainnya kurang mendukung perkembangan anak. Kualitas komik seperti itu hanya merangsang fantasi anak, bukan merangsang pengetahuan. "Yang diingat anak adalah adegan berkelahinya, bukan muatan moralnya. Terlebih lagi kini komik banyak mengedepankan unsur komersil daripada unsur pendidikan. Orangtua mesti lebih selektif memilih komik untuk anak."

Walau lebih banyak memuat gambar dan fantasi, Andririni mengakui ada beberapa keuntungan dari membaca komik. Selain membuat anak suka membaca, juga membuat wawasan jadi bertambah. Misal komik Kungfu Boy, anak jadi tahu cerita tentang dunia persilatan di Shaolin. Keuntungan lain dari komik yakni bisa dijadikan sarana mengenalkan berbagai macam konsep, seperti konsep kebersihan, persahabatan, gotong royong, dsb. "Sebab anak lebih mudah memahami konsep melalui bahasa gambar."

Harus Tega
Di samping keuntungannya, komik juga punya sisi negatif. Berhubung komik banyak dibuat berseri, tak jarang bikin penasaran dan membuat anak menjadi keranjingan. Memang sih, keranjingan membaca punya efek baik, asal buku yang dibaca adalah buku yang bermutu. Yang menjadi masalah jika anak keranjingan buku komik hingga mengesampingkan tugasnya sebagai anak sekolah yang harus belajar, kursus, makan, istirahat, dsb. "Jika anak hanya mau membaca buku komik yang tidak memperkaya wacana berpikir, akan terjadi pendangkalan berpikir anak."

Supaya anak tidak telanjur keranjingan komik, Andririni menyarankan supaya orangtua membatasi berapa buku komik yang boleh dibaca anak dalam sehari. Tapi andai anak sudah terlanjur keranjingan baca komik, untuk membatasinya orangtua harus tega menyita komik anak, dan hanya membolehkan membacanya di hari minggu atau liburan sekolah, sesuai kesepakatan. Jika tidak dilakukan disiplin seperti itu anak akan sulit melepas keranjingannya.

Kadang orangtua mengharapkan, dengan membaca komik, prestasi anak dalam pelajaran membaca juga lebih baik. Namun ini belum tentu. "Teorinya memang mereka yang punya kemampuan olah bahasa yang baik, relatif tumbuh menjadi anak yang lebih cerdas. Sebab dengan membaca mereka belajar menganalisa dan menerjemahkan simbol dalam tulisan. Tapi jika yang dibaca buku yang tidak bermutu, anak tidak akan mendapat pengetahuan yang bermutu pula."

Cara mengarahkan si kecil supaya hobi membacanya berkembang dengan benar, orangtua harus ikut serta dalam memilih buku bacaan yang akan dikonsumsi anak. Orangtua harus mengajarkan kepada anak bahwa dengan membaca -selain buku komik- ia lebih cepat tahu dari anak yang lain. "Singkatnya, orangtua melihat mutu dan manfaat buku yang dibeli," papar Andririni.

Satu hal yang harus dingat orangtua, jika anak sedang ulangan, jangan memberi izin anak untuk membaca buku komik lagi. "Pengetahuan sekolah yang baru dibacanya akan hilang, sebab bacaan terakhir anaklah yang diingat." (Andesi)
Sumber: Tabloid Ibu & Anak

0 comments:

Posting Komentar

Bila tak pegal di tangan
silahkan tulis sebuah komentar!
Yang Bisa Membuat Blog ini Lebih Bagus Ya :)
harap maklum masih newbie

Dan jika ada yang mau memaki-maki saya harap dengan sopan dan santun?